Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memberi waktu 2 hari untuk mempertimbangkan skema pengembangan Blok East Natuna agar kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) bisa segera diteken karena terdapat struktur minyak dan gas yang bisa dikembangkan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja mengatakan pihaknya memberi kesempatan kepada konsorsium untuk mendiskusikan skenario mana yang memungkinkan agar kegiatan di perairan Natuna Timur bisa dilakukan.
Adapun, konsorsium yang terdiri dari ExxonMobil, PTT EP Thailand, dan Pertamina sebagai pemimpin konsorsium belum bisa melakukan kegiatan untuk mengembangkan struktur minyaknya karena perlu dilakukan kajian lebih lanjut.
Menurutnya, draf PSC sudah disiapkan lengkap dengan syarat-syarat fiskal. Pelaksana Tugas Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan memberikan tenggat 2 hari atau pada Rabu (5/10), konsorsium memberi rekomendasi dan pemerintah menetapkan langkah pengembangan di Natuna Timur.
"PSC sudah siap, tinggal finalisasi saja. Hari Rabu, mereka (konsorsium) lapor ke pak menteri," ujarnya di Jakarta, Senin (3/10).
Wirat menganggap masih terdapat beberapa skenario yang bisa dilakukan agar kegiatan bisa dimulai. Pertama, kegiatan untuk mengembangkan struktur minyak merupakan kontrak tersendiri, terpisah dari pengembangan struktur gas. Kedua, kegiatan pengembangan struktur minyak dan gas bisa disatukan dalam satu kontrak kerja sama. "Opsinya masih dibahas. Apakah 1 PSC atau 2 PSC," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah menyiapkan PSC khusus agar kegiatan di Blok East Natuna bisa dilakukan. Adapun, melalui PSC khusus tersebut, Pemerintah menginginkan agar struktur minyak bisa dikembangkan terlebih dahulu. Pemerintah menargetkan agar pada September PSC untuk pengembangan minyak diteken dan kemudian disempurnakan setelah kajian terhadap struktur gasnya selesai.
Adapun, fiscal terms yang ditawarkan di antaranya berupa skema bagi hasil atau split pemerintah dengan kontraktor. Untuk pengelolaan minyak, splitnya sebesar 60:40 atau 60% Pemerintah dan 40% kontraktor sedangkan gas sebesar 55:45 yakni 55% bagi Pemerintah dan 45% bagi kontraktor.
Penawaran fiscal terms, sudah diberikan sesuai dengan keinginan Pertamina. Pasalnya, Pertamina menyebut akselerasi bisa saja dilakukan dengan tawaran fiscal terms yang lebih menarik. Alasannya, pemerintah menginginkan agar di perairan Natuna segera terlihat adanya kegiatan. Di sisi lain, kontraktor masih melakukan kajian terhadap pasar dan teknologi yang digunakan (technology market review/TMR) untuk mengembangkan struktur gas.
Blok East Natuna memiliki potensi yang besar namun lokasinya jauh dari pasar dan mengandung karbondioksida yang tinggi. Ditargetkan pada 2017 kajian tersebut selesai.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Blok East Natuna menyimpan potensi sebesar 222 trilion cubic feet (Tcf) dengan hanya 46 Tcf gas di antaranya yang bisa diproduksi. Pasalnya, 72% komposisinya adalah karbondioksida. Dengan demikian, diperlukan teknologi pemisahan juga injeksi karbondioksida yang bisa memproduksi secara efisien.
Sementara, untuk minyak terdapat potensi produksi sebesar 15.000 barel per hari (bph) yang diharapkan Pemerintah bisa dikembangkan terlebih dahulu. Hal itulah yang masih menjadi pembahasan di antara konsorsium karena pengembangan gas dengan potensi yang besar saja belum tentu sesuai skala ekonomi, terlebih pengembangan minyak yang potensinya lebih kecil.
"[Yang diminta kontraktor] biasalah T&C (terms and conditions/ syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan) kan supaya atraktif dan ekonomis."