Bisnis.com, SURABAYA – Kalangan importir yang tergabung dalam Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jawa Timur menilai rencana pemerintah untuk memberlakukan tarif progresif pada jasa penumpukan peti kemas perlu dikaji kembali.
Ketua GINSI Jatim, Bambang Sukadi mengatakan kenaikan tarif progresif untuk jasa penumpukan peti kemas tidak akan menyelesaikan masalah dwelling time atau waktu inap barang hingga keluar pelabuhan.
Menurutnya, cara tersebut malah akan membebani importir yakni harus mengeluarkan biaya tambahan seperti biaya angkut barang dan biaya sewa depo untuk barang. Ketika biaya impor barang itu menjadi semakin mahal, katanya, otomatis harga jual barang tersebut menjadi naik.
“Kalau bisa dikaji dulu apa yang terjadi kalau tarif progresif itu diterapkan, yang pasti akan memaksa barang untuk keluar dan menambah biaya. Padahal persoalan dwelling time itu ada di pre-clereance,” katanya seusai FGD Forum Jurnalis Ekonomi Bisnis Surabaya (Forjebs), Selasa (27/9/2016).
Dia mengungkapkan sejauh ini anggota GINSI Jatim tidak bermasalah dalam hal dwelling time termasuk pengurusan izin-izin impor pada tahap pre-clereance yang melibatkan sedikitnya 18 instansi. Hanya saja tingginya dwelling time di Pelindo III terjadi karena importir yang bukan anggota GINSI dan yang tidak memahami cara pengurusan izin impor.
“Di Jatim ini ada 2.700 importir, tapi yang terdaftar di GINSI hanya 700 importir, selebihnya mereka tidak paham soal ini. Importir kami kebanyakan importir produsen jadi tidak ada masalah bahkan GINSI memberi sosialisasi dan pengertian kepada anggota,” ujar Bambang.
Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak Chandra Irawan mengatakan hingga saat ini untuk Pelabuhan Tanjung Perak masih menunggu instruksi dari Kementerian Perhubungan terkait rencana pengenaan tarif progresif. "Dari kami tinggal menunggu perintah dari pusat, kapan dan bagaimana tarif progresif diberlakukan," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan berencana memberlakukan tarif progresif untuk jasa penumpukan peti kemas di empat pelabuhan utama di Tanjung Priok, Pelabuhan Belawan Medan, Makassar dan Tanjung Perak Surabaya guna menurunkan dwelling time.
Tarif progresif tersebut mulai dari 300%, 600% dan 900% dari tarif per 1 TEUs seperti yang sudah diterapkan di Tanjung Priok.