Bisnis.com, JAKARTA – Fenomena la nina yang terjadi sepanjang tahun ini menjadi salah satu faktor harga beras yang konsisten berada di level tinggi. Pasalnya, saat la nina, kualitas gabah yang dihasilkan petani lebih bagus dari pada saat musim kering.
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) mengatakan tidak mudah untuk kembali menurunkan harga beras meski kinerja produksi tahun ini cukup baik. Apalagi, tahun ini rendemen beras yang dihasilkan petani lebih baik dari tahun lalu.
“Harga gabahnya juga sudah tinggi. Tapi itu memang wajar karena yang diproduksi petani itu gabahnya lebih berkualitas.
Saat ini musimnya la nina, biasanya yang diproduksi di musim ini kualitasnya lebih bagus,” kata Sutarto di Jakarta, Selasa (20/9).
Sutarto meenyampaikan selain upaya pemerintah yang memang sangat gencar mendorong produksi, efek la nina memang sangat baik untuk pertumbuhan padi.
Kedua faktor ini mengerek rendemen hingga lebih dari 60%, setelah tahun lalu tercatat hanya sekitar 50-an persen.
Situasi ini pula yang ikut mengerek harga gabah di tingkat petani. Menurut pantuan Perpadi, sepanjang tahun ini harga gabah stabil di level Rp4.500-Rp4.600 per kilogram di tingkat petani (gabah kering panen/GKP).
Sebagai perbandingan, berdasarkan Inpres nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyalurna Beras Oleh Pemerintah, harga GKP yaitu Rp3.700 per kilogram dan harga GKG Rp4.600 per kg.
Angka yang sama juga tercantum pada Permendag 63/2016 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang diterbitkan pekan lalu.
“Dari situasi tahun ini yang memang didukung dengan adanya la nina, mestinya situasi harga beras tahun ini lebih baik. Situasi harga di pasar akan lebih bertahan [tidak terjadi fluktuasi harga],” terang Sutarto.