Bisnis.com, JAKARTA - Pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006) menjadi Undang-Undang diyakini bakal meningkatkan daya saing industri kapal Indonesia.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif M. Dhakiri menyatakan pengesahan ini mencerminkan komitmen kuat untuk memberikan kesejahteraan, jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar bagi pelaut dan awak kapal serta memberikan kesempatan kerja yang lebih luas di bidang kemaritiman.
"Pengesahan ini juga akan lebih melindungi industri pelayaran nasional untuk dapat bersaing di dunia internasional serta memberikan kontribusi kepada upaya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim yang tangguh," katanya, Kamis (8/9).
Dia mencontohkan, manfaat yang didapatkan antara lain membuat kapal Indonesia terhindar dari perlakukan yang berbeda seperti biaya yang lebih mahal untuk sandar dan denda keterlambatan kapal.
Tenaga kerja pelaut Indonesia juga diyakini akan lebih kompetitif dan kesempatan kerja bagi awak kapal dalam negeri untuk berlayar di perairan internasional juga menjadi lebih terbuka.
Pengesahan konvensi tersebut, lanjutnya, sekaligus merupakan perwujudan tanggung jawab negara untuk memberikan kesejahteraan dan perlindungan bagi sekitar 570.000 pelaut Indonesia, di mana 378.000 saat ini berlayar di kapal asing.
"Indonesia akan mendapat apresiasi dari dunia Internasional, karena memberikan perlindungan yang optimal bagi pelautnya. Serta dapat memberi kesempatan kerja bagi sekitar 10.000 lulusan sekolah pelaut setiap tahun sebagai pencari kerja yang akan bekerja di atas kapal," katanya.
Konvensi Ketenagakerjaan Maritim 2006 memperbaharui 37 Konvensi ILO yang berkaitan dengan tenaga kerja maritim. Sejak berlaku secara efektif pada tanggal 20 Agustus 2013, jumlah negara yang meratifikasi sebanyak 79 negara, 5 di antaranya merupakan negara di wilayah Asean yaitu Philipina, Singapura Malaysia, dan Vietnam.