Bisnis.com, JAKARTA – Kunjungan kerja kepala dinas 13 pemerintah kota/kabupaten ke kantor Layanan Terpadu TKI di Nunukan pada 6-7 September 2016, sangat diapresiasi dan direspon dengan baik.
Kegiatan yang merupakan wadah sharing pengalaman dari tim kerja poros perbatasan, diakui merupakan suatu proses yang inspiratif bagi pemerintah Kota/Kabupaten dalam menyiapkan pembangun kantor Layanan Terpadu TKI di daerah mereka.
Ke-13 pemerintah Kota/Kabupaten memanfaatkan kesempatan untuk bertanya dan belajar dari proses pendirian kantor layanan di Nunukan terutama menyangkut proses pendirian kantor layanan, strategi yang diterapkan pada keberhasilan kantor layanan, dan teknis infrastruktur yang perlu disiapkan oleh masing-masing daerah, saat di dalam forum diskusi antarkementerian/kembaga yang terlibat, meliputi Dukcapil, Disnaker, dan Imigrasi kabupaten Nunukan di kantor Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) Nunukan yang bertempat di kantor BP3TKI Nunukan.
Selain itu, pemerintah Kota/Kabupaten tersebut juga diajak keliling kantor LTSP untuk melihat berjalannya proses pelayanan di kantor layanan Nunukan, yang meliputi fungsi layanan kependudukan, keimigrasian, ketenagakerjaan, dan penerbitan e-KTKLN. Serta melakukan kunjungan lapangan ke RSUD Nunukan untuk melihat proses pelayanan pemeriksaan kesehatan TKI dan 2 blok Rusunawa sebagai tempat penampungan bagi TKI deportasi.
Dengan adanya kunjungan kerja ini,13 pemerintah Kota/Kabupaten merasa optimis dapat membangun kantor layanan serupa, bahkan dalam kesempatan ini mereka diberikan contoh dokumen-dokumen teknis yang akan membantu mereka dalam menyiapkan diri di daerah.
"Hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa integrasi layanan dokumen TKI dan database sistem layanan TKI itu merupakan kunci dalam mengurai permasalahan lalu lintas TKI tanpa dokumen," ujar Ketua Tim KPK-BNP2TKI, Dedi Noor Cahyanto, yang sekaligus merupakan Penanggung Jawab Program Poros Perbatasan Daerah Perbatasan dan Daerah Asal.
Seperti kasus pelepasan 26 TKI beberapa waktu lalu ini, merupakan suatu fakta lapangan yang terjadi karena keterbatasan infrastruktur layanan TKI dan kurangnya pemahaman akan pentingnya penggunaan dokumen imigrasi dalam pergerakan lintas negara.
"Kami akan segera berkoordinasi dengan imigrasi Malaysia di Tawao untuk mencari solusi bagi mereka yang memiliki dokumen kerja namun pulang melalui jalur tikus sehingga cacat secara keimigrasian. Belajar dari kasus ini sepertinya penting memasukkan edukasi dan pemahaman TKI di daerah asal, menjadi pilar program pembenahan infrastruktur di daerah asal," tambah Dedi.