Bisnis.com, JAKARTA - Petani bawang di tepian danau Kintamani tepatnya di desa Buahan Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli Provinsi Bali, memanfaatkan fitosan yang berasal dari oligo chitosan hasil produk penelitian dan pengembangan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).
Fitosan digunakan salah satunya untuk mengurangi penggunaan fungisida dan pestisida lain guna menahan gangguan jamur pada tanaman bawang, selain itu fitosan dapat juga menambah produksi bawang yang ditanam.
Pemanfaatan fitosan pada tanaman bawang di Kintamani ini merupakan kerjasama program Pendayagunaan Hasil Litbang Iptek Nuklir (PHLIN) antara Batan dengan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali.
Saat ini kerjasama masih berupa demplot, tetapi apabila hasilnya baik maka akan dilakukan penyebaran, petani-petani bawang lainnya diharapkan juga akan memanfaatkan.
Petani Kintamani Ketut Reden mengatakan meskipun belum dapat dihitung peningkatan hasilnya karena belum panen, tetapi dari pengamatan di lapangan terlihat tanaman bawang yang menggunakan fitosan lebih lebat dan seragam serta tidak ada bintik-bintik putih fungi, berbeda jika dibandingkan dengan tanaman kontrol yang tumbuh lebih beragam dan beberapa sudah diserang fungi.
“Fitosan diberikan empat kali, umur 15, 30, 45 dan 60 hari” ujarnya seperti dilansir dari laman resmi Batan, dikutip Bisnis, Rabu (7/9/2016).
Dia mengungkapkan daerah Kintamani memang sentra penghasil bawang merah di Bali, bawang setahun bisa 3x panen dengan hasil rata-rata 1,4 ton/ha, diselingi tanaman cabai ataupun tomat. Harga bawang basah sendiri berkisar antara Rp22.000 hingga Rp26.000 per kilogramnya.
Sementara itu, Deputi PTN Batan Hendig Winarno mengungkapkan fitosan bisa menekan biaya produksi yang menggunakan fungisida, pestisida, pupuk dan lainnya.
“Fitosan kan murah, untuk 1 cc nya bisa dilarutkan sampai 1 liter, mestinya petani akan lebih menghemat dengan hasil yang lebih baik," ujarnya.
Dia berharap pemanfaatan chitosan bisa berlanjut dan dimanfaatkan lebih luas lagi oleh petani Kintamani.
Adapun, tantangan pertanian bawang sendiri di Kintamani adalah cuaca, apabila banyak hujan atau banyak uap air yang berasal dari danau, maka tanaman bawang lebih rentan dan cepat membusuk.
Hasil di musim penghujan biasanya tidak lebih baik bila dibandingkan pada musim kemarau.
Penangkaran Kedelai
Selain bawang, kerjasama PHLIN di Provinsi Bali juga dilaksanakan penangkaran tanaman kedelai varietas Mutiara 1 di Desa Kusamba Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung. Apabila dibandingkan dengan varietas lain, varietas Mutiara memiliki potensi hasil yang lebih besar.
Kepala Seksi Produksi Dinas Pertanian Klungkung Artawa menyebutkan beberapa petani kedelai tertarik dengan Mutiara karena bijinya besar-besar.
Namun, lanjutnya, kedelai bukan termasuk tanaman primadona di daerah Klungkung. “Hanya satu kecamatan saja di Klungkung yang masih terus menanam kedelai," katanya.
Artawa mengungkapkan permasalahan yang tidak jauh berbeda dengan di Bangli yaitu masalah curah hujan dan serangan fungi atau jamur pada tanaman kedelai.
Selain bawang dan kedelai, produk hasil litbang Batan yang sudah lama dimanfaatkan di Bali adalah padi varietas Sidenuk.
Namun untuk padi saat ini sudah dilepas karena dianggap sudah mandiri, sudah ada penangkar besar di daerah Tabanan sehingga para petani lebih mudah untuk mendapatkan padi varietas Sidenuk di Bali.
Musim Tanam Bawang : Petani Kintamani Pakai Fitosan Batan
Petani bawang di tepian danau Kintamani tepatnya di desa Buahan Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli Provinsi Bali, memanfaatkan fitosan yang berasal dari oligo chitosan hasil produk penelitian dan pengembangan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Lukas Hendra TM
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium