Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah memastikan ketersediaan dana untuk mendukung pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebanyak 600.000 hingga 700.000 unit per tahun.
Hanya saja, ketersediaan dana tidak selalu diimbangi kemampuan pengembang untuk memacu pembangunan rumah untuk MBR.
Hal tersebut disampaikan Dirjen Pembiyaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus pada acara temu media, Jumat (19/8/2016).
Maurin mengatakan, pemerintah saat ini memberikan perhatian luar biasa terhadap program perumahan rakyat. Hal tersebut terbukti dari kian tingginya alokasi dana subsidi bagi penyediaan perumahan bagi MBR.
Tahun lalu, dana subsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) mencapai sekitar Rp5,1 triliun, tahun ini meningkat dua kali lipat menjadi Rp12,5 triliun dengan dua skema, yakni FLPP dan subsidi selisih bunga (SSB).
Dana tersebut cukup untuk mendanai pembangunan rumah bagi sekitar 500.000 hingga 600.000 unit melalui penyaluran lewat bank pelaksana. Bila ditambah alokasi dana APBN di Ditjen Pembiayaan Perumahan untuk pembangunan rumah oleh pemerintah, tambahannya bisa mencapai 100.000 unit.
“Sehingga dari sisi pembiayaan sebenarnya tidak ada masalah, tahun ini kita targetnya untuk MBR 700.000 unit sehingga non MBR tersisa 300.000 unit. Hanya dari sisi supply, mampu tidak pengembang membangun sebanyak itu? Tantangannya ada di masalah tanah dan perizinan,” katanya, Jumat (19/8/2016).
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah sangat memberi perhatian pada upaya menyelesaikan masalah perizinan. Rumitnya berizinan kerap menghambat laju pembangunan rumah dan juga meningkatkan biaya produksi sehingga harga jual rumah menjadi tidak lagi terjangkau oleh MBR.
Untuk itu, dalam rangka peringatan Hari Perumahan Nasional pada 25 Agustus mendatang, pemerintah mengusung tema “Percepatan Pelaksanaan Program Satu Juta Rumah melalui Penyederhanaan Perizinan.”
Maurin mengatakan, saat ini upaya penyederhanaan perizinan ini kian intens dibahas oleh seluruh stakeholder di bidang perumahan rakyat. Saat ini, instrumen hukumnya sudah dalam tahap akhir di Kemenko Perekonomian.
“Saya dapat info mau diumumkan bulan ini dan produk hukumnya kemungkinan besar berupa PP [Peraturan Pemerintah]. Kalau PP, artinya peraturan yang lebih rendah seperti Peraturan Meteri atau Peraturan Daerah yang tidak sejalan otomatis tidak berlaku atau disesuaikan dengan PP ini,” katanya.
Dirinya berharap, dengan upaya tersebut, realisasi pembangunan rumah MBR dapat lebih meningkat di tahun-tahun selanjutnya.