Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta mendesak pemerintah pusat untuk dapat segera membentuk satgas penertiban tenaga kerja asing ilegal.
Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengaku, akhir -akhir dikejutkan dengan banyaknya tenaga kerja asing yang tidak memiliki izin resmi berkerja di sektor informal.
Menurutnya, banyak di antara mereka menyalahgunakan visa kunjungan wisata menjadi tenaga kerja ilegal yang mengancam keberadaan tenaga kerja lokal.
"Melihat ini maka kami mengusulkan mendesak untuk dibentuk satgas penertiban tenaga kerja asing illegal," ujarnya, Senin (15/8/2016).
Menurut Sarman, kegelisahan tenaga kerja lokal harus cepat direspons oleh pemerintah untuk menertibkan pekerja asing yang tidak resmi yang bekerja di beberapa proyek strategis di beberapa daerah di Indonesia, khususnya poyek pembangkit listrik, pertambangan dan pabrik.
"Operasi penertiban tenaga kerja asing ini mendesak untuk dilakukan sebagai bentuk komitmen negara melindungi tenaga kerja lokal terhadap serbuan tenaga kerja asing yang masuk secara ilegal," terangnya.
Satgas tersebut dapat terdiri dari Kementerian Tenaga Kerja, Kantor Imigrasi dan Kepolisian, sehingga upaya penertiban dapat berjalan efektif.
"Dengan demikian kita dapat membersihkan tenaga kerja asing illegal dan mengawasi masuknya tenaga kerja yang berkedok turis," ujarnya.
Pihaknya menilai, bahwa masuknya tenaga kerja asing harus diperketat dan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui UU No.13/2003 dan Permenakertrans No.12/2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Pada Pasal 26 ayat (1) Permenakertrans No.12/2013, tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia harus memenuhi empat persyaratan utama.
Pertama, harus memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki oleh tenaga kerja asing.
Kedua, memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi atau pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki tenaga kerja asing paling kurang 5 (lima) tahun
Ketiga, harus bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Indonesia pendamping. Persyaratann keempat adalah dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
Baginya, keberadaan tenaga kerja asing ini tidak bisa dianggap remeh dan sepele, karena jika jumlah mereka nantinya sudah terlalu banyak yang masuk, maka akan memiliki masalah tersendiri untuk memulangkannya.
"Apalagi jika nantinya TK asing ini memiliki strategi dengan cara mengawini orang Indonesia maka menjadi masalah semakin kompleks dan semakin tidak mudah untuk memulangkannya," ujarnya.