Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dinilai masih perlu mendorong kesiapan industri serta destinasi wisata bila ingin memperbesar pangsa pasar dalam bidang pariwisata halal.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Mastercard-CrescentRating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2016, total kunjungan wisatawan muslim global mencapai 117 juta pada 2015 dengan nilai pengeluaran sekitar US$ 150 miliar.
Chief Executive Officer CrescentRating & Halaltrip Fazal Bahardeen memperkirakan dari jumlah itu, pangsa pasar yang diraih Indonesia masih di bawah 2%.
"Estimasi saya hanya sekitar 1,8 juta yang datang ke Indonesia," katanya usai peluncuran serangkaian produk perjalanan inovatif bagi wisatawan muslim di JCC, Jakarta, Rabu (3/8).
Dia mengatakan potensi wisata halal sangat besar. Jumlah wisawatan muslim rata-rata tumbuh 4,5% per tahun dan diperkirakan mencapai 168 juta pada 2020 dengan nilai US$200 miliar.
Lebih lanjut, Fazal menuturkan ada tiga hal kunci yang paling dicari wisatawan muslim dalam bepergian, yakni makanan, tempat beribadah, serta akomodasi.
"Orang Indonesia mungkin tidak terlalu mementingkan label halal saat masuk ke rumah makan karena dengan sendirinya sudah tahu, tetapi bagi orang asing ini sangat perlu. Kami menyarankan sebaiknya restoran-restoran, termasuk yang non muslim, harus dapat sertifikat halal dan m," tuturnya.
Adapun, untuk tempat sholat menurutnya juga perlu disiapkan. Sementara untuk akomodasi yang ramah muslim disyaratkan antara lain memiliki toilet basah, tempat ibadah atau penunjuk arah kiblat.
Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia bersaing dengan Malaysia dan Singapura yang sudah lebih dulu mengembangkan wisata halal. Menurut Fazal, persaingan kini juga semakin ketat karena negara-negara lain seperti Taiwan, Jepang dan Australia juga ikut merebut pasar wisatawan muslim.
Raudha Zaini, Digital Content Manager Halaltrip - sebuah online platform bagi wisatawan muslim dan sister brand CrescenRating- menambahkan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menambah pangsa pasar wisata halal.
Namun, sedikitnya ada dua tantangan yang masih mengganjal. Pertama, terkait kesiapan di destinasi tujuan wisata dan kesadaran industri untuk menyiapkan kebutuhan wisatawan muslim. Kedua, terkait identifikasi dan promosi ke pasar sasaran.
"Indonesia punya potensi. Yang penting sekarang adalah membuat informasi-informasi yang dibutuhkan calon wisatawan tersebut available dan informasinya dapat diakses dengan mudah secara online," ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, KEtua Umum ASITA Asnawi Bahar mengatakan segmen pasar untuk wisata halal terbesar berasal dari negara Asia Tenggara serta dari Timur Tengah.
"Namun kontribusinya masih sedikit, sekitar 20% dari 10 juta kunjungan wisman pada tahun lalu. Bila pemerintah bisa all out tahun ini harapannya angka itu bisa tumbuh 5%-10%," ujarnya.
Dia menilai pemerintah perlu fokus menggejot promosi di kedua pasar utama tersebut. Di sisi lain, penyiapan destinasi tujuan wisata halal juga masih harus ditingkatkan. Saat ini baru ada tiga lokasi yang tengah disiapkan sebagai destinasi halal yakni NTB, Aceh dan Sumatera Barat.
"Ke depan destinasinya masih perlu ditambah lagi sehingga pelaku usaha dapat membuat paket-paket perjalanan untuk dijual. Namun potensi halal ini menurut kami harus dikembangkan di semua daerah kunjungan wisata dan perlu disosialisasikan lagi."
MENINGKAT
Sementara itu, promosi dan branding wisata halal mampu mengkerek jumlah kunjungan wisatawan ke sejumlah destinasi.
Asnawi menuturkan pelaku usaha juga menjadi lebih mudah membuat paket dan menyasar segmen pasar wisata halal saat pemerintah memberikan dukungan promosi penuh.
Pernyataan tersebut terkonfirmasi dengan data BPS tentang kunjungan wisatawan mancanegara selama Januari - Juni 2016.
Kunjungan ke NTB lewat pintu masuk Bandara Internasional Lombok pada semester 1 sebanyak 36.195 kunjungan, atau meningkat 24,8% dibandingkan tahun 2015. Sementara kunjungan ke Minangkabau Sumatera Barat juga tumbuh 17,1% menjadi 22.719 kunjungan.
Secara total, kunjungan wisman pada semester I /2016 mencapai 5,29 juta atau meningkat 5,88% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
JAKARTA -
Indonesia dinilai masih perlu memperbesar jumlah rumah makan yang memiliki label halal demi memperbesar pangsa pasar dalam bidang pariwisata halal.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Mastercard-CrescentRating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2016, total kunjungan wisatawan muslim global mencapai 117 juta pada 2015 dengan nilai pengeluaran sekitar US$ 150 miliar.
Chief Executive Officer CrescentRating & Halaltrip Fazal Bahardeen memperkirakan dari jumlah itu, pangsa pasar yang diraih Indonesia masih di bawah 2%.
"Estimasi saya hanya sekitar 1,8 juta yang datang ke Indonesia," katanya usai meluncurkan serangkaian produk perjalanan inovatif bagi wisatawan muslim di JCC, Jakarta, Rabu (3/8).
Dia mengatakan potensi wisata halal sangat besar. Jumlah wisawatan muslim rata-rata tumbuh 4,5% per tahun dan diperkirakan mencapai 168 juta pada 2020 dengan nilai US$200 miliar.
Lebih lanjut, Fazal menuturkan ada tiga hal kunci yang paling dicari wisatawan muslim dalam bepergian, yakni makanan, tempat beribadah, serta akomodasi.
"Orang Indonesia mungkin tidak terlalu mementingkan label halal saat masuk ke rumah makan karena dengan sendirinya sudah tahu, tetapi bagi orang asing ini sangat perlu. Kami menyarankan sebaiknya restoran-restoran, termasuk yang non muslim, harus dapat sertifikat halal dan m," tuturnya.
Adapun, untuk tempat sholat menurutnya juga perlu disiapkan. Sementara untuk akomodasi yang ramah muslim disyaratkan antara lain memiliki toilet basah, tempat ibadah atau penunjuk arah kiblat.
Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia bersaing dengan Malaysia dan Singapura yang sudah lebih dulu mengembangkan wisata halal. Menurut Fazal, persaingan kini juga semakin ketat karena negara-negara lain seperti Taiwan, Jepang dan Australia juga ikut merebut pasar wisatawan muslim.
Raudha Zaini, Digital Content Manager Halaltrip - sebuah online platform bagi wisatawan muslim dan sister brand CrescenRating- menambahkan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menambah pangsa pasar wisata halal.
Namun, sedikitnya ada dua tantangan yang masih mengganjal. Pertama, terkait kesiapan di destinasi tujuan wisata dan kesadaran industri untuk menyiapkan kebutuhan wisatawan muslim. Kedua, terkait identifikasi dan promosi ke pasar sasaran.
"Indonesia punya potensi. Yang penting sekarang adalah membuat informasi-informasi yang dibutuhkan calon wisatawan tersebut available dan informasinya dapat diakses dengan mudah secara online," ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, KEtua Umum ASITA Asnawi Bahar mengatakan segmen pasar untuk wisata halal terbesar berasal dari negara Asia Tenggara serta dari Timur Tengah.
"Namun kontribusinya masih sedikit, sekitar 20% dari 10 juta kunjungan wisman pada tahun lalu. Bila pemerintah bisa all out tahun ini harapannya angka itu bisa tumbuh 5%-10%," ujarnya.
Dia menilai pemerintah perlu fokus menggejot promosi di kedua pasar utama tersebut. Di sisi lain, penyiapan destinasi tujuan wisata halal juga masih harus ditingkatkan. Saat ini baru ada tiga lokasi yang tengah disiapkan sebagai destinasi halal yakni NTB, Aceh dan Sumatera Barat.
"Ke depan destinasinya masih perlu ditambah lagi sehingga pelaku usaha dapat membuat paket-paket perjalanan untuk dijual. Namun potensi halal ini menurut kami harus dikembangkan di semua daerah kunjungan wisata dan perlu disosialisasikan lagi."
MENINGKAT
Sementara itu, promosi dan branding wisata halal mampu mengkerek jumlah kunjungan wisatawan ke sejumlah destinasi.
Asnawi menuturkan pelaku usaha juga menjadi lebih mudah membuat paket dan menyasar segmen pasar wisata halal saat pemerintah memberikan dukungan promosi penuh.
Pernyataan tersebut terkonfirmasi dengan data BPS tentang kunjungan wisatawan mancanegara selama Januari - Juni 2016.
Kunjungan ke NTB lewat pintu masuk Bandara Internasional Lombok pada semester 1 sebanyak 36.195 kunjungan, atau meningkat 24,8% dibandingkan tahun 2015. Sementara kunjungan ke Minangkabau Sumatera Barat juga tumbuh 17,1% menjadi 22.719 kunjungan.
Secara total, kunjungan wisman pada semester I /2016 mencapai 5,29 juta atau meningkat 5,88% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.