Bisnis.com, JAKARTA - Pembahasan RUU Pertembakauan harus komprehensif dari hulu hingga hilir agar petani tembakau berdaulat dan Indonesia tidak terjebak dalam sistem perbudakan modern.
Hal ini dikatakan pengamat ekonomi politik, Ichanuddin Noorsy dalam Forum Legislasi bertema RUU Tembakau, di Gedung DPR, Selasa (26/7/2).
Menurutnya, jika berbicara tembakau, tidak saja untuk industri rokok, tapi juga berkaitan dengan kertas uang, farmasi dan lain sebagainya.
"Sebab farmasi yang terbesar di dunia ternyata dikuasai Amerika Serikat. Bukan Rusia maupun Eropa. Sehingga dalam dunia farmasi ini sudah memasuki babak perang dunia," ujarnya.
Menurut Noorsy, selama ini yang paling menikmati keuntungan dari tembakau bukanlah petani tembakau, tapi industri rokok. Pasalnya, pasar rokok mild yang sudah mencapai lebih dari 50% ternyata tidak menggunakan tembakau lokal.
"Jadi, RUU ini jangan hanya bicara soal rokok, melainkan harus makro kepentingan ekonomi yang besar. Apalagi asing sudah menguasai 58 persen industri rokok di Indonesia. Itulah yang disebut sebagai modern slavery system atau sistem perbudakan modern."
Pada bagian lain dia mengatakan bahwa sejak puluhan tahun pemerintah republik ini telah mengabaikan potensi pasar olahan daun tembakau. Daun tembakau yang dihasilkan oleh petani hanya diidentikkan sebagai bahan baku utama industri rokok semata, ujarnya.
Padahal, daun tembakau merupakan salah satu komponen pembuatan uang kertas. “Daun tembakau itu bisa untuk membikin uang kertas. Tetapi Indonesia mengabaikan hal itu,” katanya.
Sementara itu, politisi Partai NasDem, Taufiqulhadi mengatakan bahwa RUU Pertembakauan sudah hampir selesai dibahas.
“Posisi RUU Pertembakauan hampir final, mengalami perjalanan amat panjang, sudah mencakup berbagai kepentingan pemangku kepentingan,” kata Taufiqulhadi.
RUU tersebut diharapkan menjadi alat perlindungan bagi para petani tembakau. Pasalnya, cuaca yang tidak menentu berpengaruh terhadap hasil produksi tembakaunya.
Sedangkan pada sisi lainnya, mata rantai penjualan tembakau sangat panjang, bisa mencapai lima rantai. Akibatnya, industri rokok sangat mahal, padahal petaninya tidak merasakan tingginya harga tembakau.