Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pertanian membentuk tim kecil yang bertugas merumuskan grand design dan rencana aksi nasional untuk mewujudkan swasembada daging sapi pada 2026.
Tim kecil beranggotakan para pemangku kepentingan seperti pemerintah pusat, pelaku usaha, hingga pemerintah daerah. Hasil kajian tersebut kemudian akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk dibuatkan peraturan presiden.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Muladno memastikan perpres akan mengakomodasi seluruh masukan para pemangku kepentingan untuk memperbaiki tata kelola peternakan sapi nasional.
Bahkan, menurut dia, Kementan siap merombak seluruh regulasi terkait peternakan demi mewujukan swasembada pada satu dasawarsa ke depan.
“Kami akan tata semua secara konkret. Misalnya 2018 ditata peternaknya, pada 2019 ditata infrastrukturnya. Semua harus ramai-ramai,” ujarnya di Jakarta, hari ini, Jumat (1/7/2016).
Muladno memperkirakan pada 2020 penataan itu mulai menunjukkan hasil konkret. Selanjutnya, pemerintah akan mendatangkan sapi-sapi indukan dari luar negeri guna hingga mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Pada fase ini, kata Muladno, kebutuhan dana akan sangat besar sehingga diperlukan keterlibatan pihak swasta.
“Kalau misalnya datangkan 100.000 indukan, nanti ada dari swasta dan dari pemerintah. Kalau swasta mau impor sapi indukan dari Meksiko 10.000 ekor, misalnya Rp1 triliun, lalu pemerintah tinggal mengisi sisanya,” ujarnya.
Dia menambahkan swasembada sapi akan bertumpu pada sentra peternakan rakyat (SPR) di berbagai daerah. Setidaknya ada 1.000 SPR yang hendak dibentuk Kementan dalam beberapa tahun ke depan.
Selain SPR, Kementan juga akan kembali menggalakkan integrasi perkebunan kelapa sawit dengan perkebunan sapi. Rencana ini dinilai ideal untuk memenuhi lahan plus kebutuhan pakan sapi di Indonesia bagian barat.
Swasembada daging sapi pada 2026 dikemukakan Presiden Jokowi ketika meninjau pembibitan sapi potong milik PT Karya Anugerah Rumpin (KAR), di Bogor, Jawa Barat, pada 21 Juni 2016. Kementan kemudian menindaklanjuti keinginan presiden tersebut dengan menyiapkan grand design dan rencana aksi.
Guru Besar Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Tjeppy D. Soedjana mengatakan langkah-langkah mewujudkan swasembada daging sapi harus didasarkan data yang tepat. Dia mengusulkan dalam perpres tersebut data konsumsi dibuat berbasis klaster.
Pasalnya, daging sapi bukanlah sumber protein hewani utama penduduk Indonesia. “Hanya 16% saja masyarakat yang konsumsi sapi. Itu pun mereka adalah kalangan kelas menengah,” ujarnya.
Dari 16% masyarakat, konsumsi per kapita mereka sebanyak 15,46 kilogram per tahun. Sementara kalau ditotal dari seluruh penduduk Indonesia 2,36 kg per tahun. Oleh sebab itu, Tjeppy meminta agar pemerintah tidak hanya menggarap sapi, tetapi juga sumber protein hewani lain bagi 84% populasi Indonesia.
“Kalau terlalu fokus pada sapi bisa membuat deindustrialisasi unggas akibat konsumsi penduduk ikut migrasi,” katanya.