Bisnis.com, JAKARTA—Lembaga Legislatif menyatakan kampanye penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang saat ini tengah digodok oleh Parlemen sebagai propaganda yang berlebihan.
Ketua Panitia Kerja RUU Pertembakauan Firman Subagyo mengatakan pembahasan RUU Pertembakauan merupakan aspirasi dan kebutuhan hukum berbagai pemangku kepentingan dan bisa memperbaiki regulasi dari berbagai aspek.
Aspek-aspek itu, lanjutnya, meliputi pengelolaan tembakau baik dari sisi budidaya, kesejahteraan petani, produksi, tata niaga, penerimaan negara, ketenagakerjaan dan persoalan kesehatan.
“Gerakan antitembakau melakukan propaganda hiperbolis yang dikendalikan oleh perusahaan asing untuk mematikan sektor tembakau yang strategis di Indonesia,” kata Firman melalui keterangan tertulis, Rabu (29/06/2016).
Dia menambahkan, pertembakauan memiliki efek berganda yang luas mulai budi daya, pengolahan produksi, tata niaga, distribusi, dan pembangunan industri hasil tembakau. Pertembakauan, tuturnya, secara menyeluruh menyerap 30,5 juta tenaga kerja petani, buruh dan pedagang kecil.
“Target penerimaan cukai hasil tembakau sebagaimana pada RAPBNP-2016 ditargetkan Rp141,7 triliun, industri tembakau memberi kontribusi perpajakan terbesar, yakni 52,7% dibanding dengan sektor lain, seperti BUMN sebesar 8,5%, real estat dan kontruksi 15,7%, maupun kesehatan dan farmasi sebesar 0,9%,” kata Firman.
Dia mencontohkan, jika produktivitas industri tembakau menurun, maka akan terjadi defisit anggaran dan diperlukan sumber pendapatan alternatif lain. Dengan demikian, dia menyampaikan urusan pertembakauan layak dibuatkan regulasi setingkat Undang-Undang.
Wakil Ketua Badan Legislasi ini mengatakan RUU Pertembakauan masuk dalam RUU Prolegnas Prioritas 2015 dan 2016. Dia menyatakan, Parlemen sudah mendengarkan masukan berbagai pihak, seperti Komnas Pengendalian Tembakau, pelaku usaha pabrik, kelompok tani dan para kepala daerah.
Firman menegaskan, membuat RUU Pertembakauan ini semata-mata untuk rakyat. Maka, prosesnya harus pelan-pelan dan hati-hati, untuk menjamin keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, karena UU tidak boleh diskriminatif. "Saya tidak setuju mematikan tembakau, karena petani punya hak untuk hidup," tuturnya.