Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan menegaskan jika PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) tidak segera melakukan amandemen perjanjian pemberian kuasa dengan Jakarta International Container Terminal, maka regulator bisa mencabut izin usaha pelat merah tersebut.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan amandemen terhadap perjanjian kontrak atas operasional terminal peti kemas internasional di Pelabuhan Indonesia harus dilakukan karena substansinya tidak cocok dengan UU Pelayaran No. 17 Tahun 2008.
“Saya sudah mengirim surat kepada Meneg BUMN pada tanggal 7 Januari 2016 untuk melakukan revisi terhadap perjanjian tersebut agar sesuai dengan UU Pelayaran No. 17 Tahun 2008,” tegasnya, Kamis (23/6/2016).
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa ada hal dalam perjanjian pemberian kuasa tersebut yang menyalahi aturan perundang-undangan karena Pelindo II melakukan pengalihan konsesi.
Padahal, mengacu pada UU Pelayaran No.17 Tahun 2008, Pelindo II sebagai operator tidak diperbolehkan mengalihkan konsesi kepada pihak lain.
“Tapi bentuknya KSO atau kerjasama operasi, bukan mengalihkan konsesi,” tegasnya.
Berdasarkan opininya sebagai Menhub, Jonan menegaskan jika perusahaan melakukan amandemen bukan pengalihan konsesi maka nilai ekonomis dari kerja sama ini bisa turun.
“Kalau operator melaksanakan UU itu tanpa pertimbangan dampak ekonomi yang lebih besar kita bisa cabut izin operasinya Pelindo II,” tegasnya.
Sementara itu, Menhub mengaku pihaknya telah memberikan izin Badan Usaha Pelabuhan (BUP) kepada Jakarta International Container Terminal (JICT) pada 3 Juni 2016. Menurutnya, pemberian BUP tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan keharusan amandemen perjanjian pemberian kuasa Pelindo II.
“Jadi ini kalau siapa pun sesuai ketentuan memenuhi syarat kita izinkan penerbitan BUP-nya. Jadi BUP ini seperti SIM. Saya supir, saya dapat SIM, belum tentu saya menyupiri mobil Pelindo II.”
Selain itu, ujarnya, BUP tidak serta merta melegitimasi JICT untuk melakukan perjanjian dengan Pelindo II sama sekali.
Dalam mengamandemen, Pelindo II sebagai perusahaan pelat merah tidak seharusnya menunggu fatwa menteri BUMN karena poin tersebut tidak relevan,
“Sama sekali tidak ada relevansinya dengan UU Pelayaran No.17 Tahun 2008. Meneg BUMN, coba baca dari UU PT dan BUMN, dia bukan regulator. Dia tidak bisa intervensi regulasi,” tegas Jonan.
Sementara itu, Elvyn G. Masassya, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II, mengatakan perusahaan akan menindaklanjuti rekomendasi BPK, setelah itu pihaknya akan mengamandemen perjanjian pemberian kuasa tersebut.
“Tentu harus mendapatkan persetujuan pemegang saham dalam konteks ini,” ujarnya setelah menghadiri Pansus Pelindo di DPR, Kamis (23/6/2016).
Dalam implementasinya nanti, dia akan berusaha melakukan amandemen sesuai dengan regulasi yang ada.
Dirjen Perhubungan Laut A. Tonny Budiono mengatakan pihak Kementerian Perhubungan belum menentukan waktu yang pasti untuk amandemen tersebut.
Namun, dia mengaku Menhub akan dengan tegas mengawasi hal ini pada waktunya mengingat perjanjian tersebut tidak sesuai dengan UU Pelayaran No.17 Tahun 2008.
“Konsesi tidak bisa dialihkan karena terkait dengan concession fee sebesar 2,5%,” ujarnya.
Konsesi diberikan oleh negara atas dua alasan yakni, perusahaan tersebut memiliki lahan pelabuhan sendiri dan/atau penugasan dari negara.