Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sumut Minta KLHK Setujui Rencana Pengelolaan Tahura Bukit Barisan

Dinas Kehutanan Sumatra Utara meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera melakukan evaluasi dan menyetujui rencana pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan yang disusun oleh UPT.
Hutan/Ilustrasi
Hutan/Ilustrasi

Bisnis.com, MEDAN - Dinas Kehutanan Sumatra Utara meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera melakukan evaluasi dan menyetujui rencana pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan yang disusun oleh UPT.

Pasalnya, tanpa persetujuan kementerian terkait, perambahan hutan dikhawatirkan semakin marak. Kepala Dinas Kehutanan Sumut Halen Purba menuturkan, berdasarkan Keputusan Presiden No.48/1988, total Tahura BB yakni 51.600 hektare.

Kawasan tersebut termasuk Sinabung 13.448 hektare, hutan Sibayak I dan II 13.380 hektare, hutan Simacik I dan II 11.445 hektare, Taman Wisata Lau Debuk-Debuk 7 hektare, Bumi Perkemahan Sibolangit 200 hektare, Cagar Alam Sibolangit 120 hektare dan Suaka Margasatwa Langkat Selatan 13.000 hektare.

Adapun, Tahura BB berada di tiga kabupaten yakni Karo, Langkat an Deli Serdang.

"Pada awalnya, kawasan ini berfungsi dua, yakni hutan produksi dan hutan lindung. Berdasarkan SK Menhut No.579/2014, Tahura BB baru disesuaikan fungsinya menjadi kawasan konservasi. Namun, hingga saat ini belum ada penetapan fungsi secara parsial oleh Menhut. Inilah yang menjadi persoalan," ucap Halen, Rabu (22/6/2016).

Adapun, usulan kepada Kemenhut tersebut telah disampaikan melalui surat Gubernur Sumut pada 24 September 2014. Di dalam usulan tersebut terdapat penetapan fungsi Tahura BB 38.273 hektare. Pada 28 Januari 2016, Halen mengatakan pihaknya telah kembali mengajukan surat susulan permohonan penetapan fungsi kawasan.

"Akibatnya banyak perambahan, mulai dari untuk permukiman masyarakat, pembukaan jalan ke obyek wisata hingga illegal logging. Illegal logging ini khususnya terjadi di Jalan Karo, perbatasan dengan Langkat, dan Dusun Sembaikan. Kami sudah menjadikan beberapa titik sebagai target operasi dan akan kami tindak setelah Lebaran," tambah Halen.

Selama ini, dia mengakui pihaknya kesulitan untuk melakukan penindakan. Selain akibat tidak ada payung hukum pengelolaan, juga karena keterbatasan polisi hutan dan PPNS serta sarana prasarana perlindungan, pengamanan hutan yang ada di UPT Tahura BB.

Halen mencontohkan, akibat ketidakjelasan rencana dan status kawasan tersebut, pada bulan lalu, banjir bandang di Air Terjun Dua Warna memakan korban jiwa 19 orang.

Adapun, kawasan tersebut seharusnya tidak menjadi objek wisata karena termasuk hutan lindung. Hal ini diperparah dengan masyarakat sekitar yang melakukan pungutan liar bagi para pengunjung.

Hal senada dikemukakan perwakilan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Sumut Nur Rivai. Menurutnya, pemprov dan pemda setempat seharusnya menerbitkan perda yang mengatur mengenai penggunaan kawasan tersebut.

"Kami menilai kawasan Tahura BB selain hutan produksi, harus segera dilindungi. Air Terjun Dua Warna misalnya, dari sisi medan yang ditempuh yakni 2 jam jalan kaki dan kondisi alamnya sangat tidak cocok dijadikan objek wisata. Apalagi untuk membuat jalur evakuasi. Pemerintah harus tegas. Kalau diteruskan, efeknya akan lebih parah daripada Bukit Lawang," tuturnya.

Kepala Dinas Kehutanan Karo Martin Sitepu menyebutkan, Tahura BB berada di wilayah Karo sebanyak 19.000 hektare. Adapun, berdasarkan hasil patroli terakhir, sebanyak 700 hektare telah dirambah di Langkat dan Karo.

"Sudah ada sembilan kasus yang sedang diproses di kepolisian terutama tindakan pengangkutan kayu tanpa dokumen. Kami serius tangani ini, tapi kami tidak mampu. Belum lagi akibat paparan debu erupsi Gunung Sinabung, resapan air berkurang terus, sehingga memang berpotensi banjir."

Ketua Komisi B DPRD Sumut Sopar Siburian mendukung penuh keinginan Dishut Sumut untuk mendesak Kementerian LH dan Kehutanan segera menetapkan tata kelola kawasan Tahura BB.

"Pada APBD 2017, kami akan mengusulkan untuk memperkuat fungsi pengawasan hutan di Dishut Sumut. Pada Agustus 2016 juga kami bersama Dishut Sumut akan kembali mendatangi Kementerian LH dan Kehutanan untuk meminta kepastian," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper