Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Benarkah Menjadi TKI di Singapura Lebih Terjamin?

Bukan kebetulan yang menyenangkan bahwa mayoritas TKI bekerja di negara-negara yang kurang menghargai HAM. Memang yang memperoleh perlakuan tidak manusiawi sangat kecil, tetapi jumlah yang sedikit dan berlangsung terus menerus telah menggugah nurani dan kebanggaan nasional hingga tak ada artinya jumlah remitansi seputar US$10,5 juta.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Bukan kebetulan yang menyenangkan bahwa mayoritas TKI bekerja di negara-negara yang kurang menghargai Hak Azasi Manusia (HAM). Memang yang memperoleh perlakuan tidak manusiawi sangat kecil, tetapi jumlah yang sedikit dan berlangsung terus menerus telah menggugah nurani dan kebanggaan nasional hingga tak ada artinya dengan jumlah remitansi seputar US$10,5 juta.

Penghasilan TKI secara relatif berhasil mensejahterakan keluarga dan membikin desa lebih makmur, aman serta sejahtera. Di saat bersamaan muncul juga riak-riak sosial gara-gara istri meninggalkan suami-anak, suami meninggalkan anak istri, atau lajang yang tercabut dari budaya dan agamanya.

Perlakuan tidak manusiawi, riak sosial atau berbagai kasus negatif lain, merupakan fenomena sebab akibat. Penyebabnya beragam, bisa dari TKI sendiri, perusahan penempatan tenaga kerja swasta Indonesia (PPTKIS), instansi pemerintah, pengguna di negara penempatan  atau pihak-pihak lainnya. Kendati demikian, lebih elok untuk melakukan pembenahan ketimbang menyalahkan.

"Keinginan bekerja di luar negeri tidak bisa dihentikan sebab terkait dengan ketersediaan lapangan kerja dan masalah perut. Jadi harus dibenahi secara menyeluruh dan terus menerus," kata Kepala BNP2TKI Nusron Wahid, Rabu (22/6/2016). Dia menambahkan BNP2TKI menata dari hulu ke hilir agar tidak timbul persoalan di kemudian hari.

Kenyataan di lapangan menunjukkan akibat negatif bisa terjadi dari kegiatan yang tampaknya sepele. Unik tapi nyata, manajemen memecat tanpa kompensasi seorang TKI karena ketahuan mengadu ayam di lingkungan pabrik. Peristiwa ini merepotkan karena mencakup hak TKI dan tuntutan terhadap perusahaan.   

Di Singapura juga ada masalah. Para pengguna, kata Presiden Asosiasi Agen Tenaga Kerja Singapura K. Jayaprema, mengeluh karena TKI tidak  memahami Sisngapura merupakan negara yang kompetitif. Tidak ada waktu untuk bermain ‘games’ saat bekerja.

Lantaran banyak celah, BNP2TKI melakukan pembenahan secara serempak. Prinsipnya adalah satu di antara yang sederajat karena di setiap aspek ada masalah yang saling terkait. Maka selain peningkatan kecakapan/kompetensi, disasar pula calonTKI berpendidikan minimal D-3 seperti lulusan STIKES.

Dilakukan perbaikan/penghapusan  peraturan , peningkatan kualitas karyawan,  kerjasama antar instansi secara terintegrasi, serta pembuatan perjanjian antar pemerintah atau dengan asosiasi di negara penerima TKI.

Dalam beberapa waktu terakhir, terjadi perkembangan yang menarik. Negara-negara penempatan yang kepincut dengan kinerja TKI, bersedia membuat perjanjian yang menjadi wadah kelancaran kerja sekaligus mencegah aspek-aspek negatif.

Berkat perjanjian itu mulai berkurang  mismatch kompetensi,  calon TKI sudah siap menghadapi  perbedaan bahasa dan adat istiadat di  negara penempatan. Ada kesepakatan besaran upah dan  cara pengiriman ke Tanah Air, pemanfaatan  dana untuk investasi dan pembinaan bagi TKI Purna serta keluarganya.  Akhirnya, penempatan TKI berdaya guna dan berhasil guna.

Kerjasama Dengan Singapura 

Kesepakatan BNP2TKI dengan Asosiasi Agen Tenaga Kerja Singapura bisa disebut sebagai bentuk saling pengertian yang mutakhir. Pemerintah Singapura, melalui asosiasi, berkepentingan menata tenaga kerja asing yang mencapai sekitar 1.368.200 orang . Sejumlah 60% di antaranya berasal dari Indonesia. Mereka bekerja antara lain sebagai perawat anak-anak/ orang tua dan penata laksana rumah tangga.

Dalam kesepakatan itu anggota agensi diwajibkan melakukan perjanjian langsung dengan TKI. Dalam konteks ini, TKI tidak berhubungan dengan pengguna, melainkan  agensi hingga terhindar dari wan prestasi pengguna.  Perjanjian itu juga mencantumkan jam kerja, jam istirahat  hak TKI memperoleh akses peningkatan kecakapan serta memfasilitasi secara cuma-cuma  bila  terjadi perpindahan pengguna. TKI bekerja seperti pegawai kantoran sebab tidak tinggal di rumah pengguna, seperti Go Clean.

Barangkali yang menarik dari perjanjian itu, BNP2TKI memberlakukan skema pembayaran nontunai, hingga baik agensi maupun pengguna tak boleh melakukan potongan langsung kepada TKI. Dengan demikian TKI memperoleh gaji utuh belum termasuk lembur. Tak ada lagi biaya berlebih yang  dibebankan kepada TKI

“Asosiasi mengawasi dan memperingatkan bila terjadi pelanggaran peraturan, baik oleh agensi maupun pengguna. TKI bahkan bisa langsung mengadu kepada asosiasi,” kata Nusron Wahid.

Kerjasama BNP2TKI dengan Asosiasi Agensi Tenaga Kerja Singapura itu menghasilkan postur TKI profesional dengan jaminan hukum . Pola semacam ini hanya terwujud kedua pihak mempunyai komitmen yang kuat untuk menciptakan keteraturan. Bagi Singapura, selain keteraturan juga kestabilan karena hal itu sangat penting bagi negara yang sangat berorientasi kepada jasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper