Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyak Beda Pendapat, RUU Pertembakauan Butuh Waktu Lama

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang tengah bergulir di DPR RI menuai berbagai pandangan berbeda dari sejumlah kalangan, sehingga memakan waktu lama dalam penelaahannya.
Menanam bibit tembakau/Antara
Menanam bibit tembakau/Antara

Bisnis.com, JAKARTA--Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang tengah bergulir di DPR RI menuai berbagai pandangan berbeda dari sejumlah kalangan, sehingga memakan waktu lama dalam penelaahannya.

Andi Akmal Pasaludin, Anggota Komisi IV DPR, menuturkan sebagai salah satu PROLEGNAS prioritas 2016, saat ini RUU Pertembakauan telah masuk dalam tahap harmonisasi. Namun, pihaknya masih membutuhkan waktu lama untuk menuntaskan pembahasan RUU tersebut.

"Perjalanan pembahasan RUU Pertembakauan masih akan memakan waktu lama. Hingga sekarang, kami baru menerima usulan dari berbagai pihak. Selanjutnya baru ada harmonisasi peraturan di Badan Legislasi (Baleg)," jelas Andi dalam publikasinya, Rabu (8/6/2016).

Keterlambatan dalam pembahasan RUU diakibatkan masih banyaknya pihak yang merasa keberatan dengan berbagai ketentuan di dalamnya, misalnya pembatasan impor daun tembakau.

Menurutnya, para pelaku industri tembakau mempermasalahkan pembatasan impor tanpa masa transisi maupun upaya konkrit dalam meningkatkan pasokan dalam negeri. Hal ini tentunya menghambat kegiatan operasional.

Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menuturkan, ketentuan pembatasan impor dalam RUU Pertembakauan melalui kuota, sanksi harga dan cukai tiga kali lipat, serta pengenaan bea masuk impor sejumlah 60% persen belum mencerminkan realita di lapangan.

Faktanya, dalam lima tahun terakhir jumlah pasokan tembakau dalam negeri hanya dapat mencukupi sekitar 50%-60% permintaan pabrik. “Perlu ada kajian akademis yang jelas, DPR harus mengecek langsung ke lapangan apa yang terjadi, karena ada jenis yang memang belum bisa disediakan dalam negeri,” jelasnya.

Hariyadi menambahkan, jika industri harus dikenakan sanksi karena mengimpor bahan baku yang tidak dapat dicukupi dalam negeri, hal tersebut dirasa tidak adil. Idealnya, RUU Pertembakauan lebih baik difokuskan kepada upaya peningkatan produktivitas pertanian tembakau dan kesejahteraan petani.

Willem Petrus Riwu, Direktur Minuman dan Tembakau Kementerian Perindustrian, menyampaikan jika produksi dalam negeri belum mencukupi dan impor dibatasi, maka akan menjadi masalah yang merugikan industri.

Pasalnya, untuk mengembangkan lahan tembakau yang baru memerlukan waktu cukup lama, sehingga kebutuhan dalam negeri tidak dapat segera terpenuhi.

Selain itu, mengenai wacana DPR untuk membatasi kepemilikan asing, dia menilai hal ini kontraproduktif karena sudah ada beleid UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing yang mengatur.

"Kalau dilarang atau dibatasi sepihak, tentu jadi kontraproduktif. Sementara BKPM yang sudah bersusah payah ke luar negeri untuk mengajak investor asing menanamkan modal di Indonesia," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper