Bisnis.com, JAKARTA—Rencana Presiden Joko Widodo untuk mulai membangun tol Aceh yang menjadi bagian jaringan tol Trans Sumatera pada akhir tahun ini hanya dapat diwujudkan selama pemerintah memberikan dukungan berupa kepastian pengadaan lahan dan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Hutama Karya selaku Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) Trans Sumatera.
Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya meresmikan Pembangkit LIstrik Tenaga Mesin Gas Arun di Lhoksemawe, menyatakan pembangunan tol Trans Sumatera telah dimulai dari Lampung, sehingga sebaiknya pembangunan tol Aceh juga harus dimulai. Untuk itu, presiden meminta pemerintah daerah untuk berpartisipasi dalam melakukan pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol itu.
"Insya Allah akhir tahun ini pembangunan jalan tol bisa mulai dari Aceh. Pembangunan infrastruktur juga perlu perhatian, saya minta kepala daerah di Aceh agar menyiapkan pembangunan tol Trans Sumatera," ujar Presiden, Kamis (06/2/2016)
Lebih lanjut kepala negara memaparkan selama 70 tahun merdeka, Indonesia baru membangun 810 kilometer jalan tol, jauh bila dibandingkan di China yang membangun rata-rata 4.000 hingga 5.000 kilometer jalan tol setiap tahunnya. Oleh karena itu, pemerintah kini menargetkan pembangunan 1.000 kilometer jalan tol hingga 2019.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 117/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 100 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera, terdapat empat ruas tol Aceh yang menjadi bagian dari 24 rua tol Trans Sumatera, antara lain ruas Binjai—Langsa, Langsa—Lhoksemawe, Lhokseumawe—Sigli, dan Sigli—Banda Aceh.
Kendati demikian, empat ruas tol tersebut tidak termasuk ke dalam delapan ruas prioritas yang telah ditetapkan untuk pembangunan tahap pertama tol Trans Sumatera. Delapan ruas prioritas itu adalah Medan—Binjai, Palembang—Indralaya, Pekanbaru—Dumai, Bakauheuni—Terbanggi Besar, Terbanggi Besar—Pematang Panggang, Pematang Panggang—Kayu Agung, Palembang—Tanjung Api Api, dan Kisaran—Tebingtinggi.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna mengatakan meskipun bukan termasuk ruas prioritas, pembangunan Tol Aceh pada akhir tahun 2016 dapat dilakukan bila memiliki payung hukum lanjutan berupa ketetapan menteri.
“Di Perpres 117 itu jelas disebut kalau ada pembangunan di luar delapan ruas prioritas, pengusahaan selanjutnya dilakukan ioleh Menteri PUPR. Nanti keputusan menteri menginstruksikan kepada Hutama Karya,” ujarnya .
Sejauh ini, ujarnya, studi kelayakan terhadap empat ruas tol di Aceh telah dilakukan. Meski demikian, pemerintah masih harus mengkaji lebih lanjut ruas mana yang paling memungkinkan untuk dibangun. Hal ini karena terkait dengan penetapan lokasi dan pengadaan lahan.
“Kuncinya ada di tanah, pendanaan mungkin bisa pakai PMN. Studi kelayakan sudah ada, yang belum ada kecuali feeder-nya, dari Bengkulu—Palembang dan Tebingtinggi—Sibolga,” ujarnya.