Bisnis.com, JAKARTA--Persoalan pembebasan lahan menjadi faktor penghambat terbesar bagi pemerintah dalam mewujudkan rencana pembangunan pembangkit listrik sehingga perlu ada langkah-langkah strategis untuk mendotong percepatan.
Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil mengatakan berdasarkan audit yang dilakukan jajarannya terhadap Fast Track Programme (FTP) I pengadaan listrik sebesar 10.000 megawatt selama 10 tahun era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, persoalan pembebasan lahan menjadi faktor penghambat terbesar.
Dari hasil audit, lanjutnya, sebanyak 166 proyek pengadaan listrik yang dilakukan dalam program FTP I semuanya meninggalkan masalah yang cukup besar. Realisasi dari proyek yang total bernilai RP6,5 triliun itu dapat dikatakan mangkrak dengan berbagai alasan.
“Ada 77 jaringan konstruksi dan tiga gardu induk tidak bisa dibangun karena terkendala pembebasan lahan,” ucapnya dalam pertemuan koordinasi pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, Selasa (31/5).
Tidak hanya itu, BPK juga menemukan ada 3894 menara listrik yang tidak bisa dibangun karena mengalami kendala pembebasan lahan dan309.425 m2 lahan gardu induk belum dibebaskan. Selain itu, ada 22 transmisi gardu induk yang telah dibangun namun belum berfungsi karena tidak memliki interkoneksi jaringan.
BPK juga mendapati pembangunan 19 pembangkit listrik senilai Rp890 miliar belum dapat dimanfaatkan karena terkendala jaringan insfrastruktur.
“PLN tetap harus membayar kepada perusahaan yang menyediakan sumber listrik meski listrik tidak dapat disalurkan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemborosan anggaran. BPK juga menemukan ada uang muka yang sudah dibayar oleh PLN namun belum dikembalikan oleh perusahaan rekanan sebesar Rp554 miliar dan sangat berpotensi merugikan negara jika tidak diselesaikan,” ucapnya.
Oleh karena itu selain merekomendasikan agar pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) penyelesaikan pertanahan yang juga beranggotakan beberapa pihak seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) serta Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), serta pemerintah daerah, BPK juga meminta agar pemerintah menaikkan uang jaminan proyek secara signifikanyan harus dipenuhi oleh kontraktor.
Hal ini bertujuan untuk mempersempit ruang gerak perusahaan rekanan yang tidak kredibel. Pasalnya, berkaca pada proyek 10.000 megawatt, banyak perusahaan rekanan yang ternyata tidak memiliki sumber daya yang memadai sehingga pembangunan pembangkit listrik terhambat.
Selain itu, BPK juga mengusulkan agar pemerintah sigap mengimplementasikan berbagai aturan, termasuk aturan tentang percepatan pengadaan listrik yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Pemerintah pun perlu memberikan insentif bagi investor energi terbarukan jika pemerintah berniat menjadikan energi terbarukan sebagai sumber listrik di masa mendatang.
Menteri Kordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli tidak menafikan persoalan pembebasan lahan masih menjadi momok yang menghambat pembangunan infrastruktur ketenagalistrinkan. Dia berharap pemerintah daerah bisa mengambil peran dalam pembebasan lahan tersebut sehingga bisa mempercepat proses pembangunan.
Rizal juga mengakui bahwa di era-era sebelumnya, banyak perusahaan rekanan yang tidak kompeten namun bisa mendapatkan proyek karena praktik kolusi.
Saat ini pihaknya sudah memperketat seleksi peserta tender sehingga bisa meminimalisasikan ruang gerak perusahaan rekanan yang tidak kompeten.
Infrastruktur Listrik Terhadang Masalah Tanah
Persoalan pembebasan lahan menjadi faktor penghambat terbesar bagi pemerintah dalam mewujudkan rencana pembangunan pembangkit listrik sehingga perlu ada langkah-langkah strategis untuk mendotong percepatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : MG Noviarizal Fernandez
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
14 jam yang lalu