Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMPOR RAW SUGAR: Suara Petani Tebu Terbelah

Suara petani tebu terbelah mengenai rencana impor gula mentah (raw sugar) 381.000 ton pada musim giling tahun ini.
Pekerja melakukan proses bongkar muat gula di Sidoarjo, Jawa Timur/Reuters-Sigit Pamungkas
Pekerja melakukan proses bongkar muat gula di Sidoarjo, Jawa Timur/Reuters-Sigit Pamungkas

Bisnis.com, KEDIRI - Suara petani tebu terbelah mengenai rencana impor gula mentah (raw sugar) 381.000 ton pada musim giling tahun ini. Di tengah penolakan petani di bawah organisasi Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia mendukung rencana itu.

Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Wilayah Pabrik Gula Ngadiredjo Karmadji berpendapat kebijakan kompensasi atas jaminan pendapatan petani setara rendemen 8,5% itu akan memotivasi petani di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur meningkatkan kualitas tebu.

Selama ini, kata dia, rendemen di banyak wilayah sulit mencapai 8%. Adapun untuk petani di wilayah PTPN X, rendemen 8,5% merupakan sesuatu yang biasa dicapai.

PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri merupakan satu dari 11 PG yang beroperasi di bawah PTPN X, perusahaan pelat merah yang ditugasi oleh Menteri BUMN Rini Soemarno mengimpor raw sugar.

"Ini membuat petani mantap menanam tebu, terutama di wilayah lain. Untuk petani di luar PTPN X, ini sesuatu yang spektakuler," ujarnya, Senin (23/5/2016).

Karmadji tidak menampik jaminan pendapatan bisa membuat petani menanam tebu dengan kualitas seadanya. Namun menurutnya, rencana itu lebih baik dicoba untuk menguji apakah kebijakan tersebut berhasil memotivasi petani mendongkrak rendemen.

Toh, kata dia, Menteri BUMN Rini Soemarno menetapkan kebijakan jaminan pendapatan petani dan impor raw sugar hanya berlangsung hingga 2017.

"Kalau memang tidak diikuti hasrat petani menanam tebu atau bahkan rendemennya turun, kebijakan ini tidak perlu dilanjutkan. Katakanlah ini uji coba," ujarnya.

Pendapat APTRI di bawah kepemimpinan Abdul Wahid ini sesungguhnya bertolak belakang dengan pandangan Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia yang diketuai Soemitro Samadikoen.

Soemitro menemukan beberapa kelemahan dalam kebijakan itu. Menurutnya, alasan kekurangan produksi gula masih terlalu dini mengingat angka riil baru diketahui saat puncak musim giling Agustus (Bisnis.com, 22/5/2016).

Keputusan impor gula mentah dengan alasan kompensasi agar BUMN menjamin rendemen minimal 8,5% juga dinilainya sebagai kebijakan instan dan tidak mendidik mengingat rendemen rendah terjadi karena pabrik gula tidak efisien. Menurutnya, revitalisasi total untuk memperbaiki efisiensi kinerja pabrik gula lebih penting.

Dia pun melihat keuntungan dari hasil mengolah gula mentah oleh pabrik gula yang tidak efisien akan habis untuk menjamin rendemen petani alias kurang dimanfaatkan untuk revitalisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper