Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jabar meminta Pusat menurunkan pajak tontonan di kabupaten/kota agar gairah investasi bioskop tumbuh di daerah.
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan pajak tontonan yang diterapkan tidak lebih dari 10% agar para pengusaha yang ingin membuat bioskop bisa ikut terlibat. Kebijakan ini bisa mendorong investasi terutama di daerah yang belum ada bioskop.
“Saya minta jangan dipersulit. Kalau buka bioskop juga jangan sampai pajaknya langsung mahal. Supaya ada keuntungan dulu buat para pengusahanya. Pajak daerahnya kecilin dulu, nanti kalau animonya sudah bagus, makin tumbuh berkembang ya tinggal dinaikkan,” katanya di Bandung, Selasa (10/5/2016).
Menurutnya meski bisnis bioskop sudah masuk daftar negatif investasi namun upaya ini harus bisa diimbangi oleh kabupaten/kota. Peluang layar lebar tumbuh di daerah tinggi namun pajak yang besar sekaligus juga menjegal peluang ini. “Jangan lebih dari 10% lah pajak tontonan itu, kalau perlu sekarang rendahkan dulu 5-6%,” cetusnya.
Sejauh ini sudah ada swasta di luar kelompok 21 dan Blitz yang hendak berinvestasi bioskop di Jabar, salah satunya di Cianjur. Namun peluang ini juga masih terkendala minimnya aset milik Pemprov Jabar yang tidak berada di lokasi stategis. “Nantinya akan diarahkan ke BUMD saja, aset kita tidak berada di lokasi yang bagus,” paparnya.
Wagub menilai jika nantinya pajak hiburan bisa turun dan investasi masuk, dalam menentukan harga tiket tontonan diharapkan para pengusaha juga bisa memperhatikan kemampuan dan daya beli masyarakat. Dengan begitu animo masyarakat untuk menonton ke bioskop bisa meningkat, sehingga bisa berdampak pada industri perfilman nasional.
“Filmnya diatur, berapa banyak layar yang untuk film Indonesia, berapa banyak yang buat film impor. Silahkan saja impor film no problem. Tapi prioritas misalkan 60% dari layar yang ada di bioskop manapun harus film Indonesia. Baru cepet film Indonesia maju,” katanya.
Menurutnya untuk mengatur peredaran film di Indonesia harus dibuat sebuah aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinilainya sebagai pihak yang punya wewenang untuk membuat PP tersebut agar tidak terjadi monopoli dalam perbioskopan nasional.
“PP-nya saja tidak ada untuk mengatur distribusi dan peredaran film. Perintahnya ada di undang-undang tapi sampai hari ini belum ada PP-nya. Jadi saya kira harus dibuat secara menyeluruh, jangan-jangan undang-undangnya gak bisa diimplementasikan dengan baik, perlu diubah, harus direvisi undang-undang tadi,” paparnya.
Dihubungi terpisah, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengklaim pihaknya siap membuka pintu pada investasi bioskop di wilayahnya. Menurutnya tak hanya memberi peluang, Purwakarta juga bersedia menurunkan pajak hiburan yang dinilai masih menghambat investasi di bidang ini. “Kami siap menurunkan, bahkan di bawah 5%,” ujarnya pada bisnis.
Saat ini sudah ada satu investor swasta yang sudah mengajukan rencana membangun bioskop di wilayahnya. Pembangunan ini menurutnya satu paket dengan rencana pendirian hotel dari pihak swasta tersebut. “Tahun ini sudah ada yang mengajukan permohonan, baru satu sejauh ini,” katanya.
Pihaknya menilai kebutuhan warga terutama kelas menengah Purwakarta untuk menonton di bioskop di wilayahnya sudah tinggi. Selama ini warga yang hendak menonton memilih pergi ke Bekasi atau Bandung padahal tingkat ekonomi di wilayah tersebut beberapa tahun ke belakang sudah menggeliat. “Kita butuh bioskop, ini untuk memenuhi kebutuhan hiburan warga kami,” cetusnya.