Bisnis.com, JAKARTA - ExxonMobil masih melakukan kajian terhadap pengembangan Blok East Natuna.
Erwin Maryoto, Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Indonesia mengatakan, sebagai anggota konsorsium pihaknya masih melakukan kajian terhadap teknologi dan konsep pengembangan yang dilakukan.
Seperti diketahui, pada Desember 2015 pembaruan principles of agreement (PoA) telah disetujui. Konsorsium, memiliki waktu 30 bulan untuk mengkaji teknologi, risiko geologi, pembeli dan risiko lain yang akan memengaruhi keekonomian proyek.
"Melakukan studi mengenai teknologi dan konsep pengembangan yang tepat untuk Blok East Natuna yang memiliki kandungan gas dengan kadar karbondioksida tinggi," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (9/5/2016).
Pengembangan Blok East Natuna sendiri yakni masih kurang ekonomis dengan tingginya kadar karbondioksida. Diperkirakan, dari 222 trilion cubic feet (Tcf) hanya 46 Tcf gas di antaranya yang bisa diproduksi. Pasalnya, 70% komposisinya adalah karbondioksida. Dengan demikian, diperlukan teknologi yang bisa memproduksi secara efisien. Dibutuhkan teknologi injeksi gas yang berbeda agar proyek berjalan sesuai keekonomian.
Di sisi lain, lokasinya yang termasuk di daerah terluar Indonesia membutuhkan dukungan berupa infrastruktur. Paling tidak, dibutuhkan waktu hingga 15 tahun untuk membangun fasilitas produksinya. Terlebih, pemanfaatan gas yang masih belum terjawab. Daerah seperti Batam, Singapura atau Natuna masih belum pasti.
Alhasil, biaya pengembangan yang lebih tinggi menjadi risiko mengelola blok ini. Suplemen berupa insentif pun mungkin menjadi jalan keluar agar membuat pengelolaan blok tersebut menarik bagi investor. Diharapkan pada batas akhir kajian yakni pertengahan 2018 bisa ditetapkan konsep pengelolaan beserta teknologi yang sesuai sehingga saat defisit pasokan gas pada 2019 bisa tersuplai.
Beberapa saran seperti pengelolaan bersama dengan kontraktor di wilayah kerja yang berdekatan jalan keluar untuk membuat kegiatan di blok yang sebelumnya bernama Natuna D-Alpha lebih efisien pernah dikemukakan Komite Eksplorasi Nasional (KEN).
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas, saat ini ada delapan blok migas yang berada di sekitar Blok East Natuna. Yakni South Natuna Sea Block B (ConocoPhillips Indonesia), Natuna D-Alpha (Pertamina), Tuna (Premier Oil Indonesia), dan NE Natuna (Titan Resources Indonesia Ltd). Lalu, North Sokang (North Sokang Energy), East Sokang (Ekuator Energy Sokang), South Sokang (Consortium Lundin South Sokang dan Salamander Energy), dan Sokang (Black Platinum Investment).