Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia National Single Window tengah menyiapkan referensi tunggal (single reference) sebagai pegangan bagi kementerian dan lembaga yang akan bergabung ke dalam Indonesia Single Risk Management .
Seperti yang tercantum dalam paket kebijakan XI yang diluncurkan Maret lalu, penerapan Indonesia Single Risk Management dalam sistem INSW dilakukan melalui identitas tunggal dan penyatuan informasi pelaku usaha dalam kegiatan ekspor-impor.
Sekretaris Indonesia National Single Window (INSW) Kukuh S. Basuki mengatakan melalui single reference diharapkan layanan yang diberikan oleh kementerian dan lembaga (K/L) bisa sama dan setara.
“[Selain itu] Fokus kami masih pada profiling pengusaha-pengusaha yang baik di mata K/L, untuk kami sinkronkan untuk dapat disepakati,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (9/5/2016).
Menurutnya, konotasi baik dalam profil pengusaha tidak lagi secara individual di tiap K/L. Sebisa mungkin, lanjutnya, profil pengusaha yang baik masuk ke dalam penilaian bersama.
Adapun jumlah pengusaha yang tengah dikaji oleh INSW mencapai lebih dari 200 orang. “Seingat saya di atas 200 [pengusaha],” tegasnya.
Sesuai paket kebijakan XI, Dia memastikan Indonesia Single Risk Management bisa rampung dan berjalan penuh pada akhir tahun ini karena integrasi pelayanan K/L dalam Indonesia Risk Management System dilakukan bertahap.
Dalam target INSW, dia menuturkan tidak hanya 18 K/L yang berhubungan dengan keluar masuk barang di pelabuhan tetapi semua K/L di Tanah Air. “Targetnya nanti semua K/L akan bergabung. Namanya juga single risk management,” ungkapnya.
Kukuh mengungkapkan tantangan INSW dalam menghidupkan Indonesia Single Risk Management ini adalah menyamakan persepsi K/L tentang risiko nasional. Namun, dia optimis sistem ini bisa berjalan penuh tahun ini.
Paket kebijakan XI menetapkan penerapan single risk management diwajibkan pada Agustus 2016, dan diperluas penerapannya untuk beberapa Kementerian/Lembaga seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, sehingga pada akhir 2016, diharapkan dapat berpengaruh pada penurunan dwelling time menjadi 3,5 hari secara nasional.
Untuk tahap awal, paket kebijakan XI menghendaki peluncuran model single risk management dalam platform single submission antar BPOM dengan Bea dan Cukai yang diperkirakan dapat menurunkan dwelling time terhadap produk-produk bahan baku obat, makanan minuman, dan produk lain yang membutuhkan perizinan BPOM dari 4,7 hari menjadi sekitar 3,7 hari pada Agustus 2016 dan 3 hari pada akhir 2017.
Selain itu, single risk management diharapkan dapat mendorong tingkat kepatuhan Indonesia terhadap WTO Trade Facilitation Agreement menjadi 70%.