Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Verifikasi Berat Kotor Peti Kemas Ekspor Harus Dilakukan di Pelabuhan

Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) menyarankan pemeriksaan verifikasi berat kotor peti kemas ekspor per 1 Juli 2016 dilakukan di wilayah pelabuhan demi efektifitas dan kepraktisan arus barang.
Peti kemas/Ilustrasi-Bisnis
Peti kemas/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) menyarankan pemeriksaan verifikasi berat kotor peti kemas ekspor per 1 Juli 2016 dilakukan di wilayah pelabuhan demi efektifitas dan kepraktisan arus barang.

Sesuai Amendemen Safety of Life at Sea (SOLAS) Tahun 1972 Bab IV Pasal 2 tentang Keselamatan kapal dan berat kotor peti kemas yang diangkut, maka peti kemas khusus ekspor akan diperlakukan khusus. Sementara itu, ketentuan untuk peti kemas ekspor antarpulau akan diterapkan menyusul.

Ketua Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) mengatakan jika pemeriksaan verifikasi dilakukan di depo maka akan menganggu kelancaran arus barang.

“Yang paling tepat di pelabuhan dan tinggal diimbau muatan maksimal harus sesuai keputusan menteri. Kalau diperiksa di depo nanti menganggu kelancaran arus barang,” ujarnya, Kamis (28/4/2016).

Jika ditemukan peti kemas atau kontainer yang beratnya tidak sesuai maka pelabuhan bisa langsung melakukan penahanan barang tersebut sehingga eksportir pasti akan kapok.

“Segala biaya yang terjadi tanggung jawab eksportir. Kalau kontainer harus ditimbang di beberapa lokasi. Mau berapa timbangan di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Ketua DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki N. Hanafi mengatakan pihaknya akan memberikan masukan atas verifikasi berat kotor peti kemas sebelum 9 Mei 2016.

Intinya, dia menegaskan ALFI berharap verifikasi berat kotor peti kemas ini tidak menambah biaya logistik untuk ekspor. Yang paling penting, ALFI tidak ingin agar aturan ini menghambat arus peti kemas ekspor.

“Kita mendukung karena ini aturan IMO tetapi jangan membuat biaya logistik menjadi tinggi,” tegasnya, Kamis (28/4/2016).

Untuk penerapannya, dia berharap asosiasi dilibatkan karena ada usulan pembentukan lembaga independen.

Dia menduga jika ada lembaga independen maka ditakutkan akan menimbulkan biaya logistik baru.

“Ini harus hati-hati. Di satu sisi kita menyoroti biaya logistik, di sisi lain biaya logistik naik terus,” ujarnya.

Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah menyusun SK Dirjen Perhubungan Laut dalam rangka penegasan pemberlakukan verifikasi berat kotor peti kemas sesuai dengan surat edaran IMO.

Direktur Perkapalan dan Kepelautan mengaku sudah beberapa kali melakukan sosialisasi dan rapat bersama dengan stakeholders untuk mengantisipasi penerapan verifikasi berat kotor peti kemas.

“SK Dirjennya sudah dibahas oleh tim, tinggal di-net lalu diserahkan ke Pak Dirjen,” ungkapnya.

Pelaporan ini nantinya menjadi tanggung jawab syahbandar di setiap pelabuhan, sementara Kemenhub hanya mengatur regulasinya saja.

Menurutnya, penimbangan ulang tidak perlu dilakukan lagi karena syahbandar tinggal mengecek dokumen verifikasi dari agen pelayaran atau perusahaan pelayaran.

“Hanya dicek saja [data saja], sehingga jangan sampai menganggu [arus barang],” tambahnya.

Terkait tempat pengecekan, dia mengatakan prosesnya akan dilakukan di depo pengisian peti kemas. “Tidak di pelabuhan. Repot. Bagaimana caranya?”

Dia menegaskan verifikasi berat kotor peti kemas harus dilakukan karena terkait dengan keselamatan pelayaran untuk mengetahui displacement di kapal.

Selain itu, jika terjadi masalah atau kecelakaan yang tidak diinginkan, syahbandar dan jajarannya sudah memiliki perhitungan data terkait berat kotor peti kemas.

Sebelumnya, FIATA atau asosiasi freight forwarder internasional meminta adanya komunikasi yang baik antara pengusaha pelayaran terkait tenggat waktu peraturan International Maritime Organization yang mewajibkan verifikasi berat kotor peti kemas.

Fédération Internationale des Associations de Transitaires et Assimilés (FIATA) menegaskan bahwa perusahaan pelayaran harus menyediakan kejelasan data terkait berat kotor kontainer yang terverifikasi saat amandemen Safety of Life at Sea (SOLAS) efektif diterapkan per 1 Juli 2016.

Aturan ini disetujui oleh sidang IMO ke-93 pada Mei 20014. Sidang tersebut menyetujui perubahan konvensi SOLAS terkait kewajiban perusahaan pelayaran untuk melakukan verifikasi berat peti kemas.

Berdasarkan keputusan ini, perusahaan pelayaran wajib melakukan verifikasi berat kontainer per 1 Juli 2016.

Setelah tanggal tersebut, kegiatan muat kontainer ke kapal tanpa verifikasi dari operator kapal dan operator terminal dinyatakan sebagai pelanggaran aturan SOLAS.

Menurut paparan World Shipping Council, dewan industri pelayaran global, peraturan ini akan berlaku secara global.

World Shipping Council menekankan dua cara yang bisa digunakan untuk menentukan dua metode bagi perusahaan pelayaran menetapkan berat kontainer.

Pertama, metode pengukuran kontainer setelah dipaketkan. Kedua, pengukuran berat semua kargo atau isi kontainer ditambah dengan total berat kontainer kosong (unladen container/tare weight).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper