Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok mengaku belum bisa menerapkan delivery order (DO) online dalam waktu dekat karena tidak adanya payung hukum transaksi elektronik untuk bill of lading atau konosemen.
Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok Bay M. Hasani menegaskan bill of lading (B/L) atau konosemen merupakan surat berharga yang dipindahtangankan sehingga untuk mengeluarkan DO harus dilakukan validasi terlebih dahulu. Jika sistem validasi berjalan online, dia mengaku pihaknya mempertanyakan bagaimana proses dokumentasinya.
“Seperti kita mengirimkan cek. Ceknya di-scan bagaimana memastikannya. Apa bisa ceknya dicairkan? Untuk saat ini, masih agak sulit karena shipping lines juga keberatan dengan sistem ini,” ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (26/4/2016).
Dia mengakui keberatan ini dikarenakan perusahana pelayaran sangat berhati-hati dalam memberikan DO karena bisa saja B/L-nya palsu atau bodong.
Kasus seperti ini, lanjutnya, pernah terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok. Akibat dari kesalahan ini, perusahaan pelayaran harus melakukan ganti rugi dalam jumlah besar. Namun, dia tidak menutup kemungkinan berjalannya sistem DO online pada masa depan.
Penerapannya harus diperkuat dengan regulasi yang mendukung, terutama penetapan pihak yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan dalam transaksi elektronik ini. “Jangka pendek agak sulit,” tegasnya.
Menurutnya, hal yang menjadi perhatiannya adalah bagaimana caranya memudahkan pengurusan DO karena banyak agen pelayaran tersebar di lokasi yang berada jauh dari pelabuhan sehingga merepotkan pemilik barang.
Sebagai solusi sementara, Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok akan mencoba mendorong dibukanya loket atau kantor pelayanan agar agen pelayaran atau perusahaan dapat menaruh pegawainya di wilayah Pelabuhan Tanjung Priok. “Tentunya harus koordinasi dengan Pelindo II karena yang menyiapkan sarananya Pelindo II,” ujarnya.
Menurutnya, Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok juga harus menanyakan atau berdiskusi dengan perusahaan pelayaran atau agen pelayaran mengenai solusi ini. Dia khawatir ada penolakan karena tempat yang disediakan Pelindo II tidak gratis. Tentu saja, perusahaan pelayaran atau agen pelayaran akan berpikir mengenai biaya dan pelayanan DO tersebut.
“Tetapi kita akan coba dulu seperti itu. Mungkin dalam waktu dekat ini kita ada agenda untuk mengumpulkan agen-agen pelayaran termasuk owner representatives-nya.”
Selama ini, dia mencatat tidak terlalu banyak komplain terkait DO. Bahkan, dampak dari pengurusan dokumen DO terhadap kelancaran arus barang di pelabuhan tidak signifikan.
Lebih lanjut, dia mengemukakan pengurusan DO dapat dipermudah dengan sistem telex release atau pengiriman B/L melalui mesin telex sehingga consignee atau pemilik barang tidak perlu menunjukan original B/L.
Sayangnya, sistem ini hanya didapatkan oleh pemilik barang yang sudah menjalin hubungan bisnis yang lama dengan perusahaan pelayaran. “Ya, biasanya untuk barang spesial atau pelanggan spesial,” tambahnya.
Sementara itu, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta mengaku telah mengirimkan surat kepada Otoritas Pelabuhan terkait solusi pembukaan loket pelayanan pengurusan DO di pelabuhan
Ketua DPW ALFI Jakarta Widiyanto menegaskan solusi ini diajukan guna mempercepat pengeluaran barang dan mengurangi biaya tinggi logistik jika DO online belum bisa diterapkan dalam waktu dekat. “Kalau itu bisa dilakukan pasti biaya logistik akan lebih murah,” katanya, Senin (26/4).
Menurutnya, perusahaan pelayaran terutama perusahaan pelayaran asing harus mengikuti peraturan di Indonesia. Dengan demikian, ALFI berharap perusahaan atau agen pelayaran ini mau membuka loket pelayanan di dalam Pelabuhan Tanjung Priok. “Jika shipping lines tidak mau. Saya bilang ya kenakan sanksi. Kalau perlu tidak boleh sandar kapalnya,” tegasnya.