Bisnis.com, KEDIRI - Kamar Dagang dan Industri tak keberatan dengan rencana Pemkot Kediri meninjau ulang keberadaan kawasan peruntukan industri pada 2022 sekalipun kota itu terancam tak punya kawasan khusus untuk menampung pabrik dan gudang jika akhirnya ditutup.
Ketua Kadin Kota Kediri Solihin memandang konsep Kota Kediri sebagai kota perdagangan dan jasa pada dasarnya tak membutuhkan lahan khusus untuk aktivitas industri.
"Apalagi, andil industri pengolahan terhadap realisasi investasi kecil dalam beberapa tahun terakhir," ungkapnya saat dihubungi, Selasa (26/4/2016).
Sekalipun service city harus ditopang oleh pergudangan dengan kebutuhan lahan yang luas, menurutnya Kota Kediri masih bisa menampungnya meskipun tanpa kawasan peruntukan industri.
Pemkot, tuturnya, masih punya waktu sekitar enam tahun lagi untuk menata ulang tata ruang kota. "Bisa juga menggunakan sebagian kawasan peruntukan industri itu. Selebihnya bisa dikembalikan lagi ke lahan pertanian kalau memang tak ada lagi yang memanfaatkan," ujar Solihin.
Kawasan peruntukan industri dibentuk berdasarkan Perda No 1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Kediri. Kawasan itu berada di Kelurahan Betet dan Blabak, Kecamatan Pesantren, dengan luas masing-masing 34 hektare dan 13 hektare. Beleid mengatur fungsi kawasan itu untuk menampung industri menengah, khususnya yang bergerak di bidang pembuatan makanan.
Namun, Bappeda mencatat tingkat keterisian alias okupansi kawasan tersebut hanya 10% meskipun sudah empat tahun berjalan. Kondisi itu membuat Pemkot berencana meninjau ulang keberadaan kawasan dengan memberi tenggat waktu hingga 2022 (Bisnis, 25/4).
"Jika okupansi ini tak bergerak, kami akan mengembalikannya menjadi lahan pertanian. Tetapi jika menunjukkan perkembangan permintaan, kami akan ekspansi," kata Kasubbid Permukiman, Tata Ruang, Lingkungan Hidup, dan Pengairan Bappeda Kota Kediri Tetuko Erwin.
Dalam catatan Bappeda, kawasan itu sejauh ini baru dihuni oleh sejumlah perusahaan yang mendirikan gudang distributor consumer goods, seperti Unilever dan Wings. Barang-barang itu untuk didistribusikan ke kabupaten-kabupaten penyangga, seperti Trenggalek, Kabupaten Kediri, Tulungagung, dan Blitar.
Selain pergudangan, terdapat pula stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) di kawasan tersebut. Akses jalan yang kurang memadai membuat perusahaan tak berminat mendirikan pabrik di kawasan itu, sekalipun ketersediaan air dan listrik berlimpah.
"Kawasan peruntukan industri yang selalu sibuk oleh lalu-lalang truk-truk besar mestinya ditopang oleh jalan selebar 8-12 meter. Nah, di sana sempit," ungkap Erwin.