Bisnis.com, JAKARTA – Para pelaku usaha menilai penerimaan negara dan modal yang dapat direpatriasi ke dalam negeri dengan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty tidak terlalu signifikan. Efek positif ke perekonomian akan terasa dalam jangka menengah panjang.
Bambang Sungkono, anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan pelaku usaha atau pedagang yang memiliki dana di luar negeri tidak akan serta merta membawanya ke Tanah Air.
“Dengan tax amnesty, kalau diharapkan uang [yang ada] di luar negeri suruh kembaliin, saya tidak mau karena masalahnya timbul banyak akibat-akibat negatifnya. Ini saya sebagai pedagang, juga mungkin pikiran kepada mereka sama,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR, terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak, Selasa (19/4/2016).
Bahkan, dia menegaskan implementasi pertukaran informasi atau automatic exchange of tax information in financial sector pada 2018 pun bisa diakali. Pelaku usaha, lanjutnya, bisa saja langsung mencabut seluruh uangnya di bank dan menginvestasikan di sektor properti atau emas. Dengan demikian, tidak ada lagi data simpanan di perbankan.
Albertus Banunaek, salah satu anggota Kadin Indonesia lainnya juga mengungkapkan hal yang sama. Dia meyakini tidak ada repatriasi besar-besaran dari kebijakan ini jika tidak ada stimulus tambahan. Bahkan, menurutnya, dana pengusaha yang ada di luar negeri tidak lah besar.
Albertus yang juga menjadi presiden komisioner salah satu lembaga managemen investasi itu mengungkapkan terjadi pergeseran penyimpanan dana. Sebelum krisis moneter, penyimpanan dana di privat banking luar negeri mayoritas merupakan pengusaha. Namun, setelah krisis tersebut hingga sekarang, mayoritas dana dari para mantan pejabat.
“Harus undang juga asosiasi mantan pejabat indonesia [untuk RDPU] karena kebanyakan yang ada uang atas nama orang-orang yang demikian. Umur [simpanan]-nya 27 tahun, 24 tahun, duitnya berapa juta dolar,” jelasnya.
Sementara uang pengusaha mayoritas sudah ada di Indonesia karena status di luar negeri hanya membentuk special purpose company atau special purpose vehicle (SPV) sehingga memakai skema back to back loan dengan jaminan uang sendiri.
Dia memberi contoh ada pengusaha memiliki uang Rp2 juta di Singapura kemudian di tarik ke Tanah Air tapi dari SPV. Dia tercatat berhutang lewat Singapura tapi memakai bunga atas uang dia sendiri. Sehingga secara sederhana, uang pengusaha itu sebenarnya sudah ada di Indonesia.
Tidak tanggung-tanggung, jika pemerintah ingin penerimaan pajak langsung melesat dalam jangka pendek, fasilitas kerahasiaan bank dan penghapusan pidana umum menjadi salah satu cara. Tapi, jelas, ini akan memunculkan kontroversi lanjutan.
Suryadi Sasmita, Wakil Ketua Umum Apindo pun mengaku ukuran keberhasilan kebijakan ini seharusnya dalam jangka menengah dan panjang. Tentunya, lanjut dia, harus ada kesiapan manajemen teknologi informasi dari Ditjen Pajak.
“Kalau jangka pendek paling Rp50 triliun- Rp60 triliun, maksimum Rp100 triliun lah [yang masuk ke penerimaan negara]. Tapi jangka panjang ada penambahan modal, investasi sehingga memberikan lapangan kerja baru juga,” katanya.