Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Garam Dihentikan, AIPGI: Industri Aneka Pangan Terancam Tutup

Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) menyatakan sebagian industri aneka pangan di dalam negeri terancam tutup akibat tidak adanya bahan baku garam industri menyusul keran impor yang belum dibuka oleh pemerintah.
Petani garam/Ilustrasi-Antara
Petani garam/Ilustrasi-Antara

Bisnis.com, BANDUNG - Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) menyatakan sebagian industri aneka pangan di dalam negeri terancam tutup akibat tidak adanya bahan baku garam industri menyusul keran impor yang belum dibuka oleh pemerintah.

Sekretaris AIPGI Cucu Sutara mengatakan saat ini salah satu perusahaan importir besar yang menyuplai 55.000 ton garam untuk 70-80 industri makanan sudah tutup dan merumahkan karyawan.

"Ini akan berefek ke industri aneka pangan lainnya. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuka keran impor garam secepatnya," paparnya kepada Bisnis, Selasa (19/4/2016).

Dia menyebutkan impor garam industri setiap tahun mencapai 2,1 juta ton, yang semuanya digunakan untuk kebutuhan industri di Indonesia.

Cucu menjelaskan Peraturan Menteri Perdagangan No.125/2015 tentang Ketentuan Impor Garam hanya mengatur impor garam oleh industri yang memiliki API-P, sedangkan pengamanan pasokan garam untuk bahan baku industri yang tidak mengimpor sendiri, tidak diatur.

Persoalan saat ini siapa yang memasok garam untuk industri tersebut apabila mengimpor sendiri tidak ekonomis, karena volume yang dibutuhkan sedikit. "Bisa dibayangkan kalau impor garam industri masih tertahan, akan ada berapa sumber devisa negara hilang serta karyawan di PHK?" tegasnya.

Dia menjelaskan ekspor industri aneka pangan rata-rata US$6 miliar, industri pulp yang memakai garam US$4 miliar, serta tekstil US$13 miliar per tahun. Pihaknya mendesak pemerintah segera mengambil solusi agar ancaman tutupnya perusahaan akibat masalah bahan baku garam ini tidak berlanjut.

Meskipun Indonesia memiliki garis pantai yang cukup panjang, namun tidak semua lahan dapat dipakai untuk tambak garam.

Lahan garam yang ekonomis dibutuhkan dukungan alam yang optimal dengan sejumlah persyaratan antara lain luas minimal 1.000 hektare (ha) dalam satu hamparan, curah hujan rata–rata per tahun maksimal 1.300 mm, serta musim kemarau kering dan kontinyu minimal 4 bulan.

"Berdasarkan persyaratan hanya beberapa garis pantai yang dapat dimanfaatkan untuk ladang pegaraman yang ekonomis," ungkapnya.

Adapun, potensi lahan pegaraman di Indonesia terdapat di 6 provinsi dengan total luas garam sekitar 26.000 ha, dengan rincian Jabar 3.860 ha, Jawa Tengah 5.658 ha, Jawa Timur 12.197 ha, Nusa Tenggara Barat 1.861 ha, Nusa Tenggara Timur 241 ha, Sulawesi Selatan 1.247 ha, dan lain-lain 900 ha.

Cucu menjelaskan hasil produksi garam lokal sebagian besar adalah kualitas 2 maupun kualitas 3, sedangkan kualitas 1 dapat diproduksi oleh PT. Garam yang pada saat ini produksinya baru mencapai sekitar 350.000 ton pada lahan seluas 5.490 ha.

"Kriteria penentuan kualitas utamanya berdasarkan kadar NaCl yaitu kualitas 1 kadar NaCl minimal 94%, kualitas 2 kadar NaCl (90% < X < 94%), sedangkan kualitas 3 kadar NaCl (< 90%)," paparnya.

Beberapa kendala produksi garam lokal yakni sulitnya jaminan homogenitas kualitas garam untuk tiap sentra produksi, hal ini disebabkan kepemilikan lahan yang kecil hanya sekitar 1-2 ha serta waktu pungut pada meja kristalisasi yang tidak sama untuk setiap petani garam.

Pengelompokan garam berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No 88/2014 jenis garam dibagi dalam dua kelompok utama yaitu garam konsumsi dan garam industri. Garam konsumsi yakni garam yang dipakai untuk kebutuhan rumah tangga sedangkan garam industri adalah garam yang dipakai untuk kebutuhan industri.

Berdasarkan spesifikasi garam yang dibutuhkan oleh industri, maka ada beberapa kebutuhan garam jenis industri belum dapat diproduksi garam lokal karena persyaratan mutu kualitas yang cukup tinggi yaitu garam untuk kebutuhan industri kimia (CAP), industri aneka pangan, industri farmasi, dan industri pengeboran minyak.

"Apabila garam lokal dipaksakan untuk dapat digunakan oleh industri tersebut diatas maka akan mengganggu tingkat daya saing yang hasil produksinya kecuali untuk kebutuhan dalam negeri juga di ekspor dengan nilai yang cukup besar," paparnya.

Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk percepatan produksi garam nasional adalah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi ladang garam.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper