Bisnis.com, PALEMBANG - Petani tembakau menilai peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok di Palembang tidak mempertimbangkan aspek ekonomi industri hasil tembakau sehingga berimbas pada potensi kehilangan pendapatan di industri itu.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno mengatakan ada beberapa pasal dalam regulasi itu yang tidak mempertimbangkan industri hasil tembakau (IHT).
"Ada pasal yang tidak menjamin diperbolehkannya kegiatan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan produk tembakau di tempat penjualan produk tembakau sangat berimplikasi terhadap penurunan ekonomi hasil tembakau," katanya saat media sharing terkait Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kota Palembang, Jumat (15/4/2016).
Adapun aturan yang dibuat legislator di Palembang itu berupa Perda Nomor 7 Tahun 2009 tentang KTR yang disahkan sejak Mei 2009.
Berdasarkan pantauan APTI di lapangan sejak 4 tahun terakhir, telah terjadi penurunan sekitar 8%--10% terhadap serapan pasar produk hasil tembakau.
Tak hanya itu, kata dia, serapan bahan baku tembakau juga turun sekitar 42 ton per bulan. Malah pihaknya sudah menghitung sektor peritel telah kehilangan pendapatan sebanyak Rp4 miliar di kota itu.
"Dan pastinya PAD Kota Palembang juga akan menurun karena pemasukan pendapatan dari iklan tadi terimbas. Hal itu terjadi karena aspek – aspek tata niaga juga diatur dalam Perda No. 7 tahun 2009," ujarnya.
Potential lost ekonomi pada indusri hasil tembakau juga akan berimbas pada petani tembakau, petani cengkih dan peritel.
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menambahkan Palembang merupakan kota pertama yang menerapkan aturan soal KTR.