Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DNI Crumb Rubber, Menko Perekonomian Kurang Responsif, Dekarindo Ngadu ke DPR

Dewan Karet Indonesia segera menemui DPR, khususnya Komisi IV dan Komisi VI terkait dengan polemik daftar negatif investari crumb rubber.
Ilustrasi Penyadapan Karet/Jibi
Ilustrasi Penyadapan Karet/Jibi

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Karet Indonesia segera menemui DPR, khususnya Komisi IV dan Komisi VI terkait dengan polemik daftar negatif investari crumb rubber.

Aziz Pane, Ketua Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) mengaskan, Menko Perekonomian masih ragu dan tidak percaya kepada pelaku perkaretan Indonesia. Padahal, sambungnya, sudah dipaparkan secara detail dampak merugikan akibat penghapusan DNI untuk crumb rubber (remah karet).

"Kami tidak mungkin menghancurkan 18 juta petani dan karet nasional. Kami segera bertemu dengan Komisi IV DPR dan Komisi VI DPR untuk mendukung agar DNI karet tidak dihapus," ujarnya kepada Bisnis.

Aziz menjelaskan,  Indonesia berpotensi untuk melanggar sejumlah kesepakatan yang ditetapkan oleh International Tripartite Rubber Council atau ITRC.

Hal itu diungkapkan oleh Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) jika pemerintah bersikukuh menetapkan industri remah karet dihapus dari daftar negatif investasi.

Selain itu, Dekarindo menilai petani karet Indonesia bisa kehilangan gairah jika harga karet kembali turun, menyusul derasnya polemik pencabutan daftar negatif investasi untuk karet remah.

Ketua Dekarindo Aziz Pane mengaskan, jika investor asing masuk di industri karet remah (crumb rubber) dikhawatirkan memberikan tekanan kepada harga karet di tingkat petani. Hal ini karena mereka mendapatkan izin membuka kebun sendiri.

“Jika DNI industri crumb rubber dihapus, justru akan mengancam kelangsungan hidup petani karet,” ujarnya.

Seperti diketahui, sejumlah kementerian, pelaku usaha, dan petani karet di bawah koordinasi Dewan Pertimbangan Presiden menyepakati secara bulat investasi crumb rubber tetap masuk dalam daftar negatif investasi untuk asing.

Sri Adiningsih, Ketua Wantimpres, mengatakan hasil diskusi menyepakati DNI crumb rubber belum saatnya dicabut, karena saat ini terjadi ekses kapasitas industri crumb rubber dalam negeri.

"Kapasitas terpakai hanya 60% pada saat ini, sehingga belum perlu investasi baru di industri crumb rubber pada saat ini," ujarnya kepada Bisnis, Senin (21/3).

Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, mengatakan tingkat utilisasi industri crumb rubber dalam negeri pada tahun lalu hanya 62% dari kapasitas produksi 5,2 juta ton per tahun, sedangkan pasokan karet petani hanya 3,2 juta ton.

"Gagasan utama dari diumumkannya crumb rubber terbuka untuk asing adalah serapan karet petani yang rendah, padahal, serapan rendah akibat permintaan global yang anjlok dan harga yang turun. Yang harus ditingkatkan adalah penghiliran di dalam negeri," ujarnya.

Dari perkembangan terkait DNI karet, sambungnya, kemungkinan besar DNI industri crumb rubber dicabut. Namun, investor dipersyaratkan untuk memenuhi sendiri 20% pasokan bahan baku dari kebun sendiri.

"Siapa yang nantinya bisa awasi investor asing dalam mengembangkan kebun dan memenuhi pasokan bahan baku," ungkap Aziz.

Dia menjelaskan, pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara sudah menyurati Presiden Joko Widodo terkait dengan penghapusan DNI untuk investasi crumb rubber, yakni surat No. B-1047/Kemensetneg/D-2/SR.03/3/2016, perihal permohonan kepada presiden agar industri karet remah (crumb rubber) tidak dihapus dari daftar negatif investasi (DNI) dan penyampaian tanggapan dari ketua umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) atas pernyataan Menteri Perindustrian.

 Harga Karet

Aziz mengungkapkan, ITRC dibentuk salah satunya untuk menjaga harga karet agar renumerative di tingkat petani dan tingkat inti.

Adapun tiga instrumen ITRC yang disepakati oleh Indonesia, yakni pertama, supply management scheme (SMS), yakni produksi karet di hulu harus terukur pertumbuhannya. Ini untuk menjaga image di pasar bahwa ITRC sebagai produsen utama tidak mengumbar supply.

Kedua, agreed expert tonnage scheme (AETS). Skema ini beberapa kali ditempuh oleh ITRC saat harga karet tertekan. Dalam sejarah ITRC mekanisme ini diterapkan tiga kali. AETS yang terakhir dilakukan adalah untuk periode Maret-Agustus 2016.

Hingga akhir Februari harga karet tertekan pada level US$1.040 per ton. Setelah AETS diterapkan harga berangsur naik dan hingga kini berada di level US$1.350 per ton.

Ketiga, demand promotion scheme committee (DPSC) yang memetakan permintaan atas permintaan karet di dalam negeri.

Aziz menjelaskan, dari perkembangan terakhir terkait dengan DNI karet, sambungnya, kemungkinan besar DNI industri crumb rubber dicabut. Namun, investor dipersyaratkan untuk memenuhi sendiri 20% pasokan bahan baku dari kebun sendiri.

"Siapa yang nantinya bisa awasi investor asing dalam mengembangkan kebun dan memenuhi pasokan bahan baku," ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper