Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Skandal Panama Papers: DJP Diminta Selaraskan Data dengan LHKPN

Direktorat Jenderal Pajak (DJP ) didesak segera melakukan penyelarasan data-data Wajib Pajak yang diduga terlibat dalam penyembunyian asetnya di negara surga pajak dengan membandingkannya dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)
Firma Mossack Fonseca/Reuters-Carlos Jasso
Firma Mossack Fonseca/Reuters-Carlos Jasso

Bisnis.com, JAKARTA --Direktorat Jenderal Pajak (DJP ) didesak segera melakukan penyelarasan data-data Wajib Pajak yang diduga terlibat dalam penyembunyian asetnya di negara surga pajak dengan membandingkannya dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan pemetaan harus segera dilakukan menyangkut masalah bocornya The Panama Papers pada pekan ini.

CITA menyatakan pemetaan itu terkait dengan apakah penyimpanan aset di surga pajak  itu berkaitan dengan aksi korporasi, Penerima Keuntungan Sebenarnya, atau efesiensi pajak. Prastowo menegaskan dua hal terakhir harus ditelisik lebih dalam.

"Lakukan dengan penyesuaian data, sandingkan dengan kewajiban pajak dan LHKPN. Apakah dia terdaftar, melaporkan dan sesuai substansinya," kata Prastowo di Jakarta, Rabu (6/4/2016).

Dia menuturkan dalam hal ini DJP dapat menggandeng dua lembaga lainnya yakni PPATK dan KPK. Menurut Prastowo, selama ini justru DJP tak melakukan hal tersebut yang menjadi indikasi kelemahan sistem perpajakan di Tanah Air.

Dia mengatakan KPK sendiri baru melakukan penyandingan data Surat Pemberitahuan Pajak oleh Wajib Pajak dengan LHKPN. Prastowo menuturkan DJP dapat segera melakukan validasi data dan melakukan penggambaran sosok pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan penyembunyian aset tersebut.

Dia menegaskan hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan menjerat pihak-pihak yang terkenal macam pejabat publik atau tokoh masyarakat sehingga ada efek jera. CITA juga menegaskan pentingnya pengujian skema apakah struktur bisnis yang dilakukan oleh pihak tertentu juga sesuai dengan ketentuan pajak.

Peneliti the Institute for Ecosoc Rights Sri Palupi mengatakan pembiaran yang dilakukan pemerintah terhadap para pengemplang pajak adalah bagian dari dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), selain juga korupsi.  Terutama, sambungnya, hak yang dilanggar adalah hak ekonomi dan sosial.

Dia menegaskan dengan tak adanya pembayaran pajak dari korporasi, membuat negara pun menjadi tak maksimal memberikan pelayanannya terhadap publik. Padahal, kata Palupi, perusahaan adalah pengguna terbesar sumber daya yang dimiliki publik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper