Bisnis.com, JAKARTA - DPR menilai realisasi penerimaan perpajakan dan cukai yang jauh dari target harus mendorong pemerintah untuk mencari sumber pendapatan lain.
Sampai akhir Februari 2016, penerimaan pajak hanya mencapai Rp122,4 triliun atau setara dengan 9% dari target penerimaan pajak 2016 sebesar Rp1.360 triliun.
Setali tiga uang dengan penerimaan pajak, penerimaan cukai juga tidak menunjukkan hasil menggembirakan. Realisasi penerimaan bea dan cukai per 29 Februari hanya mencapai Rp8,1 triliun, anjlok Rp14,4 triliun dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu.
Hal ini disebabkan oleh jatuhnya penerimaan cukai yang hanya mencapai Rp2,3 triliun, lebih rendah 86,7% dibandingkan dengan pencapaian tahun lalu.
Indah Kurnia, Anggota DPR Komisi XI, mendukung pemerintah untuk memperluas basis pajak agar mendapatkan tambahan penerimaan dan meringankan beban pembayar pajak saat ini. "Segala bentuk untuk penambahan pendapatan negara, tentu akan kami dukung," katanya dalam siaran pers yang dikutip, Senin (4/4/2016).
Dia mengaku saat ini penerimaan cukai hanya bergantung pada tiga produk. Sebagian besar penerimaannya mengandalkan cukai rokok, hingga mencapai 96%. "Sudah saatnya pemerintah mencari objek cukai lain untuk menambah pendapatan dan tidak lagi bergantung pada komoditas kena cukai yang ada saat ini," ucapnya.
Menurut Indah, perluasan penambahan cukai tak hanya berfungsi sebagai pemasukan baru bagi pemerintah, tapi juga menekan perilaku yang tak baik di masyarakat. "Misalnya produk tertentu yang dikenakan cukai, tentu akan berdampak terhadap konsumsinya di masyarakat," lanjutnya.
Saat ini penerimaan cukai hanya ditopang oleh tiga komoditas saja, produk hasil tembakau (HT), minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan etil alkohol.
Dalam APBN 2016, cukai ditarget untuk menyumbang Rp146,4 triliun atau setara dengan 9,5% penerimaan pajak secara keseluruhan. Dari keseluruhan target penerimaan cukai, produk hasil tembakau ditargetkan menyumbang Rp.139,8 triliun atau setara dengan 95% target cukai.
“Kami terbuka untuk berdiskusi apabila pemerintah akan mengajukan opsi barang kena cukai lain untuk memperluas objek cukai. Semoga dalam waktu dekat Komisi XI bisa bertemu dengan pemerintah," ucap Indah Kurnia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengatakan penurunan target pemasukan cukai disebabkan oleh penaikan tarif cukai rokok pada 2016. “Pabrikan menarik pembelian ke akhir 2015, sehingga pendapatan Januari–Februari 2016 kecil," ucapnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan pihaknya tengah mengkaji dua barang sebagai tambahan objek cukai, yakni plastik dan bahan bakar minyak (BBM).
Dasar pengenaan cukai adalah dampak terhadap lingkungan, sesuai dengan Undang-Undang No. 37/2009 yang menyatakan suatu barang bisa dikenakan cukai apabila konsumsinya perlu dikendalikan dan menimbulkan dampak buruk pada kesehatan dan lingkungan.
Sebelum kebijakan ini dikasanakan, pemerintah terlebih dahulu akan melakukan konsultasi ke DPR. Walaupun bentuknya bukan UU, penambahan objek cukai tentunya harus melewati persetujuan DPR. Kami akan mengajukan opsi ini di masa sidang DPR berikutnya di bulan April ini. Kami juga akan bahas dengan industri terkait.”
Sebelum wacana plastik dan BBM mengemuka, sudah ada deretan komoditas lain yang menjadi pertimbangan pemerintah seperti minuman berpemanis dan bersoda dan monosodium glutamate (MSG) yang dikemukakan pada 2012.