Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas pajak diminta mewaspadai munculnya ketidakpercayaan dari wajib pajak setelah aksi perpanjangan sebulan tenggat pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan orang pribadi secara elektronik tahun ini.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat tujuan e-filing sudah benar tapi dukungan teknologi yang belum memadai akan menimbulkan permasalahan baru.
“Kalau animo publik terlanjur tinggi karena sosialisasi/kampanye sedangkan ekspektasi tidak terpenuhi, rawan muncul distrust,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (31/3/2016).
Kemarin (30/3/2016), Ditjen Pajak (DJP) resmi memperpanjang tenggat pelaporan secata elektronik SPT PPh OP tahun pajak 2015 dari 31 Maret 2016 menjadi 30 April 2016.
Perpanjangan tenggat ini secara implisit tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-49/PJ/2016 tentang Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Atas Keterlambatan Penyampaian SPT Bagi WP OP yang Menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Elektronik.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Mekar Satria Utama melalui Pengumuman No. PENG- 03 /PJ.09/2016 memberikan apresiasi atas antusiasme pelaporan SPT Tahunan PPh OP secara elektronik.
“Ditjen Pajak menyampaikan permohonan maaf terkait kendala teknis di sistem pelaporan tersebut yang mengakibatkan proses pelaporan SPT Tahunan secara elektronik menjadi terhambat,” ujarnya dalam beleid itu.
Mekar dia tidak langsung mengiyakan keluarnya kebijakan ini dikarenakan permasalahan server yang down dalam beberapa hari terakhir. Namun, pihaknya mengungkapkan kebijakan ini ditempuh sebagai antisipasi akan terlampauinya tenggat karena antrean dan demand yang cukup tinggi jelang 31 Maret.
Dalam Keputusan Dirjen Pajak tersebut disebutkan WP OP yang menyampaikan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2015 dalam bentuk dokumen elektronik hingga 30 April 2016 dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi berupa denda.
Denda tersebut diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 6 /1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 /2009.
Dalam payung hukum tersebut diamanatkan apabila SPT tidak disampaikan dalam tenggat yang ada akan dikenai sanksi berupa denda Rp100.000 untuk SPT Tahunan PPh WP OP. Pengenaan sanksi administrasi itu tidak dilakukan terhadap WP OP yang telah meninggal dunia, sudah tidak melakukan usaha atau pekerjaan bebas, ataupun berstatus sebagai WNA yang tidak tinggal lagi di Indonesia.
Terkait dengan server yang beberapa kali bermasalah, menurut Mekar, kondisi itu akan terlewati setidaknya setelah 2 April 2016 karena masih banyaknya WP yang melakukan pelaporan.
“Mungkin kemarin bisa 500.000-600.000. Dengan perpanjangan ini akan ada schedulling juga, WP-nya enggak akses dalam dua hari terakhir ini,” katanya.
Sampai siang kemarin, setidaknya ada 4,47 juta SPT yang masuk secara elektronik. Pihaknya optimistis target pelaporan secara elektronik sepanjang tahun ini akan mencapai sekitar 7 WP.
Sebelum akhirnya keluar kebijakan ini, persisnya Senin (28/3/2016), Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan sistem IT yang ada di DJP sudah bagus. Dia berpendapat susah masuknya ke laman e-filing dikarenakan buruknya jaringan internet yang dipakai.
“Jaringannya dimana, jaringannya bagus ya bagus, cepat,” katanya.