Bisnis.com, BOGOR – Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia meminta pemerintah untuk segera memberikan ketegasan regulasi pada maraknya pengoperasian jasa berbasis aplikasi agar aksi anarkis tidak terulang terus menerus.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) saat ini Muhammad Kadrial menyatakan teknologi yang kian berkembang tak bisa disangkal oleh pelaku usaha apapun. Kadrial menggarisbawahi tantangan dan peluang penting bisnis jasa kurir saat ini juga adalah adanya bisnis penggunaan jasa kurir melalui aplikasi.
“Kami mengharapkan regulator memberikan prioritas bagi kelangsungan industri ini karena industri ini terbukti selalu eksis dalam berbagai kondisi perekonomian, buktinya pemutusan hubungan kerja juga tak terjadi dalam bisnis ini,” tegasnya, Selasa (22/3/2016).
Jelang regenerasi, Kadrial berpesan dalam kepengurusan yang baru pengurus Asperindo bisa mendorong terbentuknya institusi atau lembaga baru untuk menjadi penanggung jawab utama sektor logistik.
Tugas kedua adalah agar lembaga itu bisa memudahkan perizinan dalam mekanisme satu pintu agar lebih efisien. Tugas ketiga ialah memberikan ruang gerak bagi industri ini dan para pelaku agar mengembangkan usaha secara baik hingga ke luar negeri.
“Pengiriman barang itu sudah tak bisa disangkal lagi, itu adalah kelebihan dari teknologi. Tetapi yang penting bagi Asperindo adanya jaminan proteksi layanan bagi konsumen. Apakah aplikasi diatur oleh regulasi dan dibenarkan sebagai angkutan barang? Perlu diperjelas siapa penanggung jawabnya, karena mereka tidak punya izin,” kata Kadrial.
Fenomena pengiriman barang oleh kurir dari aplikasi transportasi seperti Go-Box dan Grab Express menurut Kadrial perlu disikapi dengan bijaksana ke depannya agar tidak menimbulkan benturan kepentingan apalagi memicu konflik anarkis antar pelaku usaha.
“Maka menurut saya Go-Box, Grab Express, harus diedukasi bagaimana cara agar bisa memiliki izin melakukan jasa tersebut. Mereka harus memiliki dasar hukum, konsumen juga butuh perlindungan,” sambung Kadrial.
Kadrial menyatakan pihaknya belum tentu ingin mengajak kerjasama Go-Box dan Grab Express. Alasannya, jasa kurir tersebut berdiri dalam bentuk individu, bukan perusahaan. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan jika Asperindo di masa yang akan datang berinisiatif membangun relasi dan kerjasama dengan perusahaan aplikasi tersebut.
Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bidang Teknologi Woro Indah Widiastuti menyatakan agar Asperindo mendorong setiap anggotanya untuk segera melakukan transformasi teknologi guna meningkatkan bisnis jasa kurir. Hal ini mengingat maraknya aplikasi yang tak bisa dengan mudah dibendung.
“Kalau ramai-ramai pengusaha mau melakukan perbaikan teknologi dan skill melalui asosiasi ini, saya rasa keluhan bahwa transformasi bisnis teknologi akan menguras biaya yang besar tidak ada lagi. Sekarang adalah era customer driven, jadi kita melayani kebutuhan customer berupa kemudahan dan kecepatan,” ungkap Woro.
Woro mengatakan dalam pemakaian ICT untuk jasa kurir, tingkat keamanan pengiriman juga sudah dijamin karena pengguna bisa memantau langsung posisi barang melalui gadgetnya. Besarnya kue dalam industri logistik dan pos ini bagi Woro sangat memudahkan pelaku usaha jasa kurir untuk mengambil pangsa pasar, salah satunya membangun kerjasama dengan e-commerce di Indonesia.
“Saat ini adalah heavy-nya aplikasi, bagaimana mensinkronisasikan pelaku usaha jasa aplikasi dengan penyelenggara konvensional saat ini,” ujar Woro.
Dia menyebut keberadaan UU No. 38/2009 tentang Pos masih berpotensi untuk direvisi. Saat ini pihaknya masih terus melakukan kajian mengingat invansi bisnis aplikasi memasuki banyak ranah termasuk jasa kurir. Sebagai contoh, jika Go-Box dan Grab Express untuk diterima secara baik, pihaknya perlu melegitimasi dengan izin sebagai jasa kurir.
“Dan terkait masuknya perusahaan asing dalam jasa kurir juga ditegaskan dalam UU bahwa pihak asing tidak boleh masuk dalam jasa pos, mereka hanya diperkenankan sebagai mitra kerja perusahaan domestik dengan porsi terbesar perusahaan dalam negeri,” tambahnya.
Woro menegaskan perusahaan asing mitra perusahaan domestik hanya boleh membantu pengantaran barang jasa di tingkat port, sementara port to door customer sepenuhnya harus ditangani oleh perusahaan dalam negeri.