Bisnis.com, JAKARTA—Komitmen investasi China ke Indonesia sepanjang dua bulan pertama 2016 mencapai US$3,2 miliar, menempati tiga besar di antara negara lainnya. Naiknya keyakinan penanaman modal itu harus dikawal pemerintah hingga terealisasi.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat ko mitmen investasi dari Negeri Panda terbesar menyasar sektor properti dan real estate yang tercatat US$127,46 juta selama Februari 2016 disusul sektor industri logam dasar yang mencapai US$1 juta. (lihat tabel)
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Tamba Hutapea situasi arus rencana investasi dari China berubah drastis karena selama ini negara itu hampir tidak pernah masuk 10 besar investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.
“Dari 34 provinsi yang ada [di China], sudah diidentifikasi, ada 10 provinsi yang menjadi sum bersumber pengusaha yang bisa diarahkan dan berinvestasi di Indonesia,” ujarnya saat konferensi pers, Rabu (16/3/2016).
Menurutnya, minat investor China yang berinvestasi di industri real estate, khususnya kawasan industri cukup mengejutkan. Selain itu, China juga mengincar sejumlah proyek smelter di Tanah Air, sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mendorong industri pemurnian di dalam negeri.
Selain itu, BKPM juga telah menerima rencana komitmen sekitar US$3 miliar—US$5 miliar dalam 5 tahun di Banten. Rencana pembangunan integrated residential and industrial estate ini akan memakai lahan sekitar 2.000 hektare.
“Itu hanya [investor China] joint dengan pengembang Indonesia. Sebenarnya sudah tahap proses penyusunan perjanjian JV [joint venture], tapi belum ada IP [Izin Prinsip dari BKPM],” katanya.
MINIM REALISASI
Kendati arus komitmen investasi asal China cukup be sar, pihaknya mengakui secara realisasi masih cukup minim – terlepas dari adanya investor China yang memilih menanamkan modalnya lewat negara lain sebelum ke Indonesia.
Menilik data BKPM dalam kurun 2005-2014, dari total komitmen investasi senilai US$24,27 miliar, hanya US$1,8 miliar yang direalisaikan. Artinya, hanya sekitar 7% dari minat investasi yang berhasil direalisasikan.
Selama ini, Kepala BKPM Franky Sibarani menyebutkan rendahnya rasio investasi China dipengaruhi oleh beberapa kondisi, a.l. pertama, investor China tidak cocok dengan mitra dalam negeri. Kondisi ini membuat investor batal merealisasikan investasinya.
Kedua, belum banyaknya informasi terkait kondisi wilayah yang ada di Indonesia meskipun investor sudah memasukan permohonan izin prinsip. Ketiga, banyak investor yang merasa frustasi dengan proses perizinan yang lama selama ini. Keempat, tidak kredibelnya investor yang daftar ke BKPM.
Oleh karena itu, dengan adanya perbaikan iklim investasi, kemudahan perizinan, dan dukungan kondusifnya kehidupan bermasyarakat di Tanah Air, seluruh investor, termasuk dari China tidak akan ragu merealisasikan komitmen investasinya.
Direktur Eksekutif Institute for Development Economy and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapat arus investasi China memang akan terus membanjiri Tanah Air karena perekonomian negara tersebut tengah memburuk.
Oleh karena itu, otoritas diminta selektif. “Harus waspadai betul. Jangan sampai hanya menjadi pelampungnya ekonomi China,” tegasnya.
Otoritas, imbuhnya, harus benar-benar mengarahkan pada sektor industri manufaktur yang padat karya dan infrastruktur. Selain itu. ‘bumbu’ kelonggaran saat berinvestasi – terkait dengan material, tenaga kerja, dan sebagainya – juga diharapkan tidak terlalu lebar.
Secara keseluruhan, komitmen investasi yang diterima BKPM sepanjang Januari-Februari 2016 senilai Rp561 triliun atau naik 163% (yoy). Capaian itu terdiri atas penanaman modal asing (PMA) senilai Rp113 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) senilai Rp55 triliun.