Bisnis.com, JAKARTA - Dari 700 inovasi penelitian Indonesia, hanya 18% hasil penelitian yang bisa diaplikasikan oleh industri. Hal itu karena minimnya pengetahuan peneliti akan standar produk industri.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengatakan pihaknya akan menyusun protokol bagi standar industri farmasi bersama menteri kesehatan.
"Nanti ke depan saya minta menteri kesehatan membuka tahapan-tahapan protokol [standar] secara transparan. Demikian pula Badan Pengawas Obat dan Makanan harus mengawal semua tahapan ini secara terbuka supaya masyarakat tahu. Oleh karena itu, kami harus buatkan suatu model," katanya pada Selasa (15/3/2016).
Dia mengatakan hasil penelitian harus memenuhi tingkat kesiapan teknologinya atau technology readiness level (TRL) tingkat delapan sampai sembilan. Maka pihaknya tengah menyusun peta untuk mengelompokkan riset sesuai dengan tingkat TRL-nya karena TRL menjadi pertimbangan kesiapan hasil penelitian untuk diaplikasikan ke industri.
Perlu diketahui, terdapat tiga tahapan riset, pertama riset dasar dengan TRL standarnya mencapai tingkat empat. Tahap terapan mencapai tingkat lima sampai tujuh di mana sudah menghasilkan prototype skala industri, dan pengembangan mencapai tingkat delapan sampai sembilan yang telah dilengkapi dengan sertifikasi.
"Yang terjadi riset-riset sekarang biasanya pada saat sudah di TRL tingkat enam dia menganggap [penelitiannya] sudah selesai, padahal baru menyelesaikan prototype. Pada saat peningkatan skala [scale up] ternyata hasilnya tidak produktif," ujarnya.
Ia menemukan banyak penelitian yang nilai ekonominya tidak sesuai dengan keadaan pasar sehingga jika penelitian tersebut dijadikan produk harganya tidak kompetitif.
Di kesempatan yang sama, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan kebanyakan peneliti tidak memiliki kemampuan menterjemahkan temuan laboratorium dengan keinginan pasar.
"Kalau [peneliti] mau lihat arah pasar, mau enggak mau mereka harus gabung dengan industri karena laboratorium penelitian tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan skala besar. Saat ini kami juga mengajarkan peneliti entrepreneurship," katanya.