Bisnis.com, MALANG - Maraknya peredaran rokok ilegal berpengaruh pada pendapatan negara dari sisi penerimaan cukai.
Sampai Februari 2016 terjadi pelambatan penerimaan cukai yang dipicu a.l oleh masih maraknya peredaran rokok ilegal.
Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto mengatakan peredaran rokok ilegal masih terjadi. Terakhir beredar rokok ilegal di Medan yang diduga diproduksi di Bojonegoro.
“Terhadap kasus-kasus seperti itu, tidak boleh ada pembiaran,” ujarnya saat dihubungi dari Malang, Selasa (8/3/2016).
Jika terjadi pembiaran oleh Direktorat Jendera Bea dan Cukai, maka dikhawatirkan kasus serupa akan muncul lagi karena pelaku menganggap tindakan hukum atas pengedaran rokok ilegal tidak ada, setidaknya sangat ringan.
Jika hal itu terjadi, maka dikhawatirkan akan bermunculan pelaku-pelaku pengedaran rokok ilegal sehingga rokok tersebut makin membanjiri pasar.
Dengan makin banyaknya rokok ilegal beredar di pasar, maka jelas mengancam rokok legal. Terutama rokok yang diproduksi perusahaan rokok
(PR) menengah dan kecil.
“Yang paling berdampak justru PR menengah kecil karena mereka yang berhadap-hadapan dengan rokok ilegal. Pangsa pasarnya sama,” ujarnya.
Karena alasan itulah, maka permintaan rokok mejadi melambat sehingga PR menahan diri untuk berproduksi sehingga pembelian cukai otomatis
tertahan sehingga berdampak penerimaan cukai sampai dengan Februari menjadi melambat bila dibandingkan periode yang sama tahun 2015.
Namun, dia juga mengakui, PR menahan diri berekspansi dalam memproduksi rokok juga karena faktor adanya aturan pelunasan cukai yang paling akhir pada 31 Desember 2015 mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.04/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK Nomor 69/PMK.04/2009 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.
Dengan adanya PMK tersebut, kemampuan PR membeli cukai menjadi melemah. “Tapi saya yakin pertumbuhan produksi dan pasar rokok masih
positif pada 2016 dengan syarat pemerintah juga serius memberantas peredaran rokok ilegal,” ujarnya.
Kepala KPPBC Tipe Madya Cukai Malang Rudy Heri Kurniawan membenarkan sinyalamen bahwa penerimaan cukai melambat karena faktor adanya ketentuan mengenai pelunasan cukai.
Penerimaan cukai sampai Februari hanya mencapai 2,45% dari target penerimaan sebesar Rp15,4 triliun atau mencapai Rp877 miliar.
Mengacu target bulanan, mestinya penerimaan cukai bisa mencapai 8,3%. Namun, dia optimistis, penerimaan cukai akan naik lagi pada bulan-bulan berikutnya. PR-PR akan menggenjot produksi sehingga pembelian cukai otomatis meningkat.
“Namun kami juga akan gencar melakukan penindakan peredaran rokok ilegal sehingga pemainnya otomatis akan berusaha memproduksi rokok
secara legal,” ujarnya.