Bisnis.com, JAKARTA – Penyalur gas bumi meminta agar pemerintah memaksa sektor hulu gas bumi untuk memberlakukan transaksi dengan rupiah sehingga bisa berdampak ke sektor hilir.
Sabrun Jamil Amperawan, Ketua Indonesian Natural Gas Trader Association (INGTA), mengatakan bahwa harga jual gas dalam dolar yang mereka beri kepada pelaku industri disebabkan oleh hulu yang juga memberlakukan harga jual dalam dolar.
“Itu sebenarnya tergantung hulunya. Kalau hulu terima rupiah, kami pasti pakai rupiah. Yang terima ini kan hulunya. Jadi mau tidak mau kita harus melanjutkan,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (3/3/2016).
Menurutnya, dengan kondisi rupiah yang sudah stabil, pemerintah memiliki alasan yang lebih kuat untuk memberlakukan wajib rupiah di sektor hulu gas bumi.
“Sebenarnya ini bisa saja. Toh, hulu juga sudah tidak terlalu resisten seperti dulu,” jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengimbau bahwa ke depan, transaksi untuk energi seperti gas bumi dan batubara yang berada di dalam teritori Indonesia harus menggunakan rupiah. Sedangkan untuk diekspor, akan diberi keleluasaan untuk menggunakan valuta asing (valas).
“Industri kita ini cukup tertekan karena membeli bahan energi seperti gas dan batubara dengan valas. Kalau untuk ekspor, seharusnya bisa dalam valas. Tapi kalau menjual ke perusahaan dalam negeri atau di dalam teritori Indonesia, harusnya dilakukan dalam rupiah,” paparnya.
Lebih lanjut, Sabrun mengatakan bahwa transaksi dalam rupiah juga sudah kerap dilakukan, dengan risiko fluktuasi kurs yang diatur dalam perjanjian transaksi antara penyalur dan pelaku industri sebagai konsumen.
“Ada sebagian konsumen yang ngotot menggunakan rupiah. Cuma kadang covering-nya begitu, kalau ada perubahan kurs, tergantung negosiasinya, apa kita yang nanggung atau mereka,” ujarnya.
Dia menjelaskan skema penggunaan rupiah maupun dolar terjadi sesuai dengan permintaan pasar. Bagi pelaku industri yang banyak menggunakan dolar, biasanya lebih memilih pembayaran dengan dolar. Begitu pula sebaliknya. Menurutnya, porsi penggunaan rupiah dan dolar hingga saat ini hampir seimbang.