Bisnis.com, JAKARTA - Pihak Istana menanggapi kalangan pengusaha yang menolak pengesahan Undang-Undang Tapera dengan berencana mengajukan uji materiil terkait beleid itu kepada Mahkamah Konstitusi.
Pramono Anung, Sekretaris Kabinet menyatakan UU Tapera dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam mengakses perumahan.
Dalam prosesnya, dia mengatakan tidak semua aturan dapat memuaskan seluruh pihak, sehingga pemerintah menganggap wajar langkah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk menempuh jalur MK.
“Boleh-boleh saja kalau ke MK. Mungkin bagi sebagian [pihak] Tapera memberatkan, tapi bagi rakyat ini memudahkan,” katanya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (26/2/2016).
Dia menganalogikan beleid ini dengan kemudahan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dulunya mematok bunga pinjaman 22%, kini hanya 9% guna memperluas akses pembiayaan kepada masyarakat.
Setiap pekerja yang menjadi peserta Tapera wajib menyetor iuran sebesar 3% dari gaji/bulan, yang mana komposisi yang ditanggung pekerja dan pemberi kerja akan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Peserta yang dimaksud dalam UU tersebut adalah pekerja Badan Usaha maupun pekerja mandiri yang memiliki gaji di atas upah minimum. Adapun, dalam pembahasan awal pekerja dicanangkan untuk membayar iuran sebesar 2,5%, sedangkan pemberi kerja menanggung 0,5% dari total gaji pokok.
Pekerja yang masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa memanfaatkan dana Tapera untuk membeli rumah. Sedangkan bagi pekerja non-MBR, uang tersebut bakal dihimpun yang hasilnya bisa dicairkan pada usia 58 tahun.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani berencana melayangkan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi bila UU Tapera tetap dipaksakan.
Hariyadi menilai peran yang diambil Tapera hanya menduplikasi peran yang sudah dimainkan BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, menurutnya, pengesahan UU tersebut terlalu dipaksakan kepada dunia usaha dan pekerja, padahal kedua pihak inilah yang akan dibebankan langsung oleh Tapera.
"Dari berbagai segi pun UU ini tidak tepat. Ini duplikasi dan akan kita ajukan ke MK, masak terhadap satu objek dibebankan dua kali. BPJS Ketenagakerjaan itu sudah 23 tahun dan kumpulkan uang Rp180 triliun. Sudah diatur pemerintah 30%-nya bisa untuk subsidi bunga rumah. Kurang apa lagi coba?" paparnya.