Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2016, Tahun Ujian Terberat Industri Kertas

Berdasarkan kitab Tong Shu atau almanak China, tahun ini merupakan tahun Monyet Api di dalam tanah. Karena monyet tidak hidup dalam habitatnya, konsekuensi yang dihadapi bumi akan membara.
Pohon Akasia jenis crassicarpa dipanen dan dilebur menjadi pulp untuk diolah menjadi kertas di pabrik pengolahan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). RAPP adalah pabrik pulp dan kertas Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL) di bawah  RGE Group  milik Sukanto Tanoto. (Bisnis/Lahyanto Nadie)
Pohon Akasia jenis crassicarpa dipanen dan dilebur menjadi pulp untuk diolah menjadi kertas di pabrik pengolahan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). RAPP adalah pabrik pulp dan kertas Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL) di bawah RGE Group milik Sukanto Tanoto. (Bisnis/Lahyanto Nadie)

Bisnis.com, JAKARTA - Berdasarkan kitab Tong Shu atau almanak China, tahun ini merupakan tahun Monyet Api di dalam tanah. Karena monyet tidak hidup dalam habitatnya, konsekuensi yang dihadapi bumi akan membara.

Akibatnya, seluruh sektor usaha yang berkaitan dengan bumi diprediksi meredup. Tanah tidak subur, terjadi gagal panen, lahan gambut terbakar, logam dan mineral di bawah tanah meleleh sehingga harga komoditas kian terjerembab.

Melihat perkiraan ini, Wakil Ketua Umum II Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan meminta pemerintah bersama dengan dunia usaha bersatu, berjalan seirama dalam menjaga kondusifitas iklim industri dalam negeri.

“Prediksi kitab Tong Shu tahun ini mengerikan. Maka seluruh pihak, yakni pemerintah dan dunia usaha harus lebih solid. Jika ekspor kita turun, pemerintah harus duduk bersama dengan dunia usaha mencari seluruh peluang yang ada,” tuturnya.

Di sektor industri pulp dan kertas, lanjutnya, pelemahan harga telah terjadi sejak tiga tahun terakhir. Harga pulp tiga tahun lalu yang berkisar di US$1.000 per ton, kini anjlok hingga 25%. Tidak hanya itu, pasokan bahan baku pun berkurang sehingga utilisasi industri hanya tersisa 40%.

Cobaan tidak berhenti di situ, daya saing industri pulp dan kertas Tanah Air yang cukup tinggi kini mulai ditakuti oleh negara lain. Akibatnya, negeri adidaya seperti Amerika Serikat menerapkan bea masuk produk pulp dan kertas asal Indonesia sebesar 107%.

Saat ini industri kertas nasional telah mengekspor hasil produksi ke 90 negara di dunia. Untuk menggapai cita-cita sebagai produsen pulp dan kertas terbesar kedua dunia, produsen terus meningkatkan kapasitas produksi guna mengejar tingkat efisiensi.

Dengan kapasitas mesin pulp terpasang sebesar 7,9 juta ton per tahun, Indonesia menempati peringkat sembilan terbesar di dunia. Sementara dengan kapasitas mesin kertas terpasang sebesar 12,9 juta ton per tahun, Indonesia menempati peringkat keenam dunia.

Menurutnya, peningkatan produksi pada tahun ini dilakukan oleh Sinar Mas Group dengan tambahan dua juta ton pulp serta 600.000 ton kertas tisu. Tidak hanya perusahaan ini, APRIl Group juga menambah kapasitas produksi 700.000 ton.

Rusli mengatakan berdasarkan pengalaman 30 tahun bergerak di industri pulp dan kertas, dua tahun terakhir merupakan masa terberat sepanjang karirnya. Jika menilik kitab Tong Shu, beratnya ekonomi dunia juga akan berlangsung pada tahun depan yang merupakan tahun Ayam Api.

HENTIKAN PRODUKSI

Saat ini, lanjutnya, sejumlah perusahaan kertas telah menghentikan produksi. Bahkan pasar yang sangat lesu mengakibatkan sejumlah BUMN kertas mati suri. Dari total 81 perusahaan pulp dan kertas swasta, hanya sekitar 15 unit yang masih bertahan melakukan ekspor.

Menurutnya, pemerintah di bawah komando Kementerian Perdagangan, Perindustrian, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus segera mencari solusi agar industri kertas nasional dapat mempertahankan produksi tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja.

Karena saat ini, lanjutnya, akibat sulitnya bahan baku di dalam negeri, seiring dengan terjadinya kebakaran dan pembekuan izin usaha perusahaan yang divonis melakukan pembakaran, beberapa produsen kertas harus mengimpor bahan baku.

“Kita harus cari jalan ke luar. Kalau perlu setiap bulan kita rapat dengan Menteri Perdagangan mencari solusi ekspor. Karena kelesuan ekonomi di tahun Monyet Api terjadi secara merata di seluruh dunia. Kemendag harus membina kami bagaimana cara meningkatkan ekspor,” tuturnya.

Selain pasar ekspor, fenomena kelesuan pasar dapat dengan mudah diamati di dalam negeri. Kini sejumlah ritel menjual produk dengan harga diskon hingga 30%. Obral diskon, menurutnya, cerminan daya beli masyarakat yang anjlok.

“Konsumsi global lesu, pasar over supply sehingga harga komoditas tidak akan terangkat hingga pasar global membaik. Yang harus dilakukan pengusaha adalah mempertahankan produksi walaupun rugi jangan sampai PHK karyawan, biar Tuhan yang membalas nanti.”()

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Sabtu (13/2/2016)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper