Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah menilai pelaksanaan program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang akan diakomodasi melalui penerbitan UU Tapera dan peraturan turunannya cukup baik secara fiskal sehingga perlu didorong.
Direktur Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan, Djoko Hendratto mengatakan, berdasarkan hasil diskusi dalam rapat pembahasan RUU Tapera bersama DPR RI, pemerintah menilai konsep RUU Tapera relatif baik untuk mendukung program perumahan rakyat.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, bertanggung jawab untuk mengawal penyusunan RUU Tapera agar jangan sampai beresiko terhadap fiskal. Sejauh ini, tuturnya, pemerintah tidak menemukan adanya pasal yang berpotensi menimbulkan resiko fiskal bagi negara dalam RUU tersebut.
“Dari rapat bersama DPR kami menyimpulkan yang kemudian kami laporkan ke Menteri Keuangan bahwa secara fiskal ini bagus, tidak ada risiko dan kami bisa berkontribusi. Pak Menteri bilang ini perlu dipandu dan didorong karena secara fiskal bagus. Penyediaan rumah kan kewajiban negara,” katanya kepada Bisnis.com, dikutip Jumat (12/2/2016).
Pada prinsipnya, dana Tapera diarahkan untuk menjadi dana murah untuk kepentingan pembiayaan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menurutnya, dalam diskusi bersama DPR RI terungkap sejumlah mekanisme pengelolaan dana Tapera yang memungkinkan resikonya bisa ditangani dan tetap terjamin sebagai dana murah.
Dana Tapera dihimpun melalui tabungan wajib bagi kalangan pekerja dengan bunga yang sangat kecil, bahkan di bawah bunga tabungan konvensional di bank. Hal ini menjamin penyaluran pinjaman juga dapat diberikan dengan bunga serendah mungkin.
Selain itu, pengelolaan dana Tapera akan melibatkan peran manajer investasi untuk mengembangkan dana tersebut. Pemupukan dana oleh manajer investasi diharapkan mampu menutupi beban bunga, bahkan hingga tingkat di mana bunga tidak perlu lagi dibebankan kepada peminjam.
Meski begitu, persoalan likuiditas tetap akan diantisipasi. Dana yang besar belum tentu akan mampu menutupi seluruh permintaan pinjaman dari MBR, bahkan belum tentu akan tersisa untuk diinvestasikan oleh manajer investasi.
Untuk itu, DPR RI meminta agar penyaluran pinjaman diatur melalui skala prioritas dengan variabel yang jelas untuk mengendalikan tingkat permintaan.
Menurutnya, untuk mengendalikan likuiditas, pemerintah akan turut berkontribusi mendukung pendanaan. Sejauh ini, Kementerian Keuangan mempertimbangkan untuk menyertakan program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) ke dalam program Tapera.
“Pak Menteri Keuangan bilang kita boleh, tapi dengan catatan program FLPP yang sekarang diselesaikan dulu, baru nanti program itu pindah. Ini supaya dana itu cukup besar sehingga masalah likuiditas sedikit teratasi,” katanya.