Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR: Laporan Kemenhub Soal Pemalsuan Izin Terbang Tidak Tepat

Langkah Kementerian Perhubungan melaporkan kasus pemalsuan persetujuan izin terbang atau flight approval(FA) maskapai Airfast ke Bareskrim Polri dinilai tidak tepat.
DPR/antara
DPR/antara
Bisnis.com, JAKARTA--Langkah Kementerian Perhubungan melaporkan kasus pemalsuan persetujuan izin terbang atau flight approval(FA) maskapai Airfast ke Bareskrim Polri dinilai tidak tepat.
 
Anggota Komisi VI DPR, Bambang Haryo mengatakan selain memprioritaskan penerapan Undang-Undang No. 1/2009 tentang Penerbangan, kasus pemalsuan FA itu sebaiknya ditangani sendiri oleh Kemenhub, ujarnya. Pasalnya, Kemenhub merupakan instansi yang memiliki otoritas penuh dalam menegakkan hukum di bidang transportasi.
 
"Kemenhub tidak perlu melemparkan kasus ini ke kepolisian. Selain proses hukumnya butuh waktu lebih lama, sanksinya juga tidak akan efektif karena hukum pidana menyasar personal, bukan korporasi, ujarnya kepada wartawan, Kamis (4/2/2016). Padahal, ujarnya, kasus itu menyangkut korporasi yang menjadi kewenangan Kemenhub.
 
Apalagi, lanjut Bambang, Kemenhub sudah diberikan kewenangan khusus (lex specialis) untuk menegakkan hukum di bidang transportasi dan aparat penegak hukum
sendiri seperti halnya penyidik pegawai negeri sipil.
 
"Seharusnya gunakan kewenangannya itu dulu [lex specialis], jangan sedikit-sedikit lapor polisi. Ini menunjukkan Kemenhub lempar tanggung jawab dan tidak punya wibawa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri," ujarnya.
 
Dia mengatakan kasus tersebut cukup ditangani dengan menerapkan UU Penerbangan, sehingga korporasi yang melakukan pelanggaran bisa langsung dikenakan sanksi ringan hingga berat.
 
Menurut Bambang, penyelesaian kasus melalui hukum pidana kurang memberikan efek jera bagi korporasi yang melakukan pelanggaran sebab yang dihukum hanya personal atau oknum. Selain itu, bisa mengganggu aktivitas transportasi dan logistik.
 
"Kekuatan hukumnya akan lebih besar jika Kemenhub sendiri yang menangani kasus ini karena yang kena sanksi korporasinya, bukan personal atau oknum saja," ujarnya.
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper