Bisnis.com, JAKARTA – Kendati setiap tahun produksinya terseok-seok, Kementerian Pertanian menargetkan output kedelai tahun ini naik hingga 22% dari tahun lalu ke level 1,2 juta ton.
Target ambisius ini diharapkan dapat tercapai, bertopang pada penambahan luas tanam dan penerbita kebijakan yang berorientasi perbaikan harga kedelai lokal.
Dalam publikasi angka ramalan (Aram) II yang dipublikasikan awal November 2015 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan produksi kedelai tahun lalu yaitu 980.000 ton.
Dirjen Tanaman Pangan Kementan Hasil Sembiring mengatakan pihaknya masih menunggu beberapa diskusi yang yang sedang berlangsung di tingkat Kemenko Pekerkonomian yaitu pembahasan mengenai bea masuk kedelai dan HPP kedelai.
”Intinya kalau harga kedelainya bagus, target tersebut harusnya bisa [tercapai]. Selama ini yang sudah kami ajukan itu kan BM [bea masuk], HPP [harga pembelian pemerintah], dan penerapan bukti serap kedelai lokal sebelum melakukan impor," kata Hasil di Jakarta, Senin (25/1).
Hasil merujuk pada harga kedelai lokal yg terus tergerus, mengikuti harga kedelai impor yang dari negeri asalnya yaitu Amerika Selatan, telah diproduksi dengan biaya yang sangat efisien. Saat ini, menurut Hasil, harga kedelai lokal berkisar Rp6.000.
Kendati ambisius, Hasil mengatakan Menteri Pertanian Amran Sulaiman telah menyurati Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk dapat mematok target produksi 1,2 juta ton, lebih rendah dari target RPJMN sebelumnya yaitu produksi 1,5 juta ton kedelai.
Adapun, sejak tahun lalu Kementan telah mengajukan penetapan bea masuk sebesar 10% untuk mengendalikan impor kedelai yang hampir menyentuh 2 juta ton setiap tahun atau sekitar dua kali produksi komoditas tersebut di dalam negeri.
Kementerian Pertanian pun tahun lalu telah mengajukan HPP kedelai yaitu Rp7.700-Rp8.000 per kilogram.
Nilai itu di atas rata-rata harga kedelai impor yang berdikari Rp7.250 per kilogram. Saat ini, 80% komposisi tahu dan tempe merupakan kedelai impor.
Hingga saat ini, pengajuan BM dan HPP tak kunjung menemukan titik temu. Tahun lalu, Kemendag sempat mengeluarkan harga referensi kedelai namun tidak mampu mengerek harga kedelai petani lokal.
"Aturan yang kuat itu HPP, karena harga referensi tidak berhasil mengerek harga kedelai lokal. Sekarang itu harga di tingkat petani rendah. Mereka mengalami kerugian," jelas Hasil.