Bisnis.com, JAKARTA—PT Djakarta Lloyd (Persero) berencana membeli delapan unit kapal melalui penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 305.5 miliar dari total yang diterima perusahaan sebesar Rp350 miliar pada akhir lalu.
Presiden Direktur PT Djakarta Lloyd Arham S. Torik menegaskan perusahaan bersama dengan Biro Klasifikasi Indonesia pada akhir 2014 melakukan riset biaya perbaikan enam unit kapal perusahaan dengan dana Rp163 miliar.
“Total semua Rp163 miliar. Atas dasar kajian ini kita ajukan PMN. Kita ajukan PMN karena sayang aset ini menganggur cukup lama sejak 2010,” ungkapnya dalam acara media gathering di Jakarta, Senin (25/01).
Namun, dia mengaku perusahaan tidak pernah membayangkan jika harga kapal mengalami penurunan drastis dalam kurun satu tahun terakhir.
Dengan mempertimbangkan hal ini, dia mengusulkan agar uang PMN senilai Rp163 miliar yang tadinya dialokasikan untuk perbaikan kapal untuk digunakan bagi pengadaan enam unit kapal dengan kondisi yang lebih baik.
“Uang Rp163 miliar tidak pantas untuk perbaikan kapal, karena biaya perbaikan satu kapal bisa membeli dua kapal yang sama. Itu landasan pemikirannya,” tegasnya.
Dengan dana ini, Djakarta Lloyd memperkirakan dapat membeli enam kapal dengan kondisi siap jalan. Adapun, Direktur Utama perusahaan memperkirakan ukuran jenis kapal yang tengah laris saat ini sekitar 17.500 DWT – 30.000 DWT.
Sementara itu, sekitar Rp142,5 miliar dari total PMN 2015 sudah pasti dipakai untuk pengadaan dua unit kapal supramax. Sebelumnya, perusahaan memperkirakan dana tersebut dapat membeli satu unit kapal handymax.
Arham mengatakan perusahaan memilih kapal supramax karena kapasitasnya bisa mengangkut 50.000 DWT-55.000 DWT dengan berat kapal yang sama dan selisih harga yang tipis dibandingkan dengan handymax yang rata-rata kapasitasnya hanya 45.000 DWT.
“Kemungkinan kalau saya jadi ambil saya ambil supramax yang lebih tinggi kapasitasnya. Dua unit seharga Rp142,5 miliar,” ujarnya.
Pengadaan kapal tersebut akan dilakukan melalui lelang terhadap broker kapal. Dia menjelaskan pengadaan kapal-kapal ini adalah kapal bekas karena pembangunan kapal baru memerlukan biaya besar dan waktu yang lama.
Untuk pengadaan kapal, perusahaan akan mempertimbangkan kebutuhan kapal berdasarkan kontrak yang akan diraih tahun ini. Arham menuturkan jika pemberi kontrak membutuhkan kapal lebih dari kemampuan pendanaan PMN, maka kepastian kontrak akan dipakai mendongkrak nilai aset (leverage) sebagai jaminan pinjaman pengadaan kapal yang lebih banyak dari rencana.
Terkait perubahan arah pengunaan PMN ini, Djakarta Llyod melihat tidak ada pelanggaran di dalamnya. Namun, Arham mengatakan perusahaan tetap harus meminta izin kepada DJKN dan DPR dalam pemanfaatan suntikan dana pemerintah tersebut.