Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan Chevron Putuskan Kontrak East Kalimantan

Bisnis.com, JAKARTA--Terdapat beberapa alasan mengapa akhirnya perusahaan minyak dan gas asal Amerika Serikat tak melanjutkan kontraknya mengelola Blok East Kalimantan yang berakhir 2018. Berikut alasannya.

Bisnis.com, JAKARTA - Terdapat beberapa alasan mengapa akhirnya perusahaan minyak dan gas asal Amerika Serikat tak melanjutkan kontraknya mengelola Blok East Kalimantan yang berakhir 2018. Berikut alasannya.

Juru Bicara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Elan Biantoro mengatakan keputusan Chevron untuk tak memperpanjang kontrak adalah salah satu cara untuk mengencangkan ikat pinggang saat harga minyak dunia terus merosot.

Seperti dilansir Bloomberg, harga minyak jenis WTI berada di angka US$29,47 per barel dan Brent US$29,09 per barel.

"Artinya dengan kondisi seperti saat ini ada anggota tubuh yang lemaknya banyak ya harus diet. Mungkin yang di Kalimantan selain cost-nya besar ya akhirnya diputuskan begitu," ujarnya saat dihubungi, Selasa (19/1/2016).

Lebih lanjut, ada kemungkinan bila permohonan perpanjangan kontrak tak diterima Pemerintah sama seperti yang terjadi pada Total E&P Indonesie di Blok Mahakam.

Dengan demikian, daripada Chevron harus mengorbankan waktu dan menunggu kepastian akhirnya memulai langkah dengan memutus kontrak. Hal itu, katanya, memberikan sisi positif bagi pemerintah.

"Yang di EKAL ada kemungkinan oleh pemerintah tidak diperpanjang juga. Jadi daripada nanti urusan akan repot lagi jadi sekarang mereka berikan kepastian dan itu bagi pemerintah positif," katanya.

Dengan pernyataan pemutusan kontrak, katanya, Kementerian ESDM bisa mempersiapkan siapa yang akan melanjutkan kontrak bagi hasil tersebut. Pasalnya, masih ada waktu 2 tahun untuk menentukan sikap. Ini, katanya, juga memberi kesempatan kepada perusahaan lain yang berminat mengelola.

"Artinya ini bagus. Mereka sejak awal nyatakan tidak ingin perpanjang. Akhirnya, negara bisa berpikir lebih enak selama dua tahun ini," katanya.

Alasan lain, bisa saja karena portofolio dan cadangan yang ada tak sama dengan saat mereka memulai produksi. Tercatat, saat ini, produksi minyak di EKAL sebanyak 24.000 barel per hari dan gas sebanyak 60 million standard cubic feet per day (MMscfd).

"Ditambah dengan portfolio, mungkin di bandingkan dengan yang sekarang berbeda dan reserve-nya, kan kita enggak tahu ya. Mungkin saat ini sudah enggak sebaik dulu cadangannya," katanya.

Keputusan ini, sambungnya, tak lantas membuat proyek lainnya terdampak. Chevron, katanya, akan tetap terlibat di proyek lainnya seperti di Riau dan dalam proyek Indonesia Deepwater Development (IDD).

"Tapi dengan mereka tidak perpanjang tidak lantas mereka tinggalkan Indonesia," katanya.

Tahun ini, berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran, target lifting untuk minyak bumi dan kondensat berada di angka 827.780 barel per hari. 243.000 bph di antaranya atau 29,3% berasal dari Chevron.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper