Bisnis.com, JAKARTA - Calon produsen alumina dalam negeri khawatir produknya tidak laku akibat harga jual tidak kompetitif.
Direktur Utama PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Erry Sofyan mengatakan biaya produksi alumina dari fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit menjadi alumina yang sedang dibangun pihaknya mencapai US$376 per ton. Nilai itu jauh di atas harga pasar dari produsen utama komoditas tersebut yakni Australia dan China.
Adapun kebutuhan alumina dalam negeri masih sedikit, yakni 500.000 ton per tahun yang selama ini diimpor dari Australia. Alumina tersebut diimpor untuk memenuhi kebutuhan PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum).
"Sekarang apakah mereka (Inalum) mau membeli dengan harga segitu (US$376 per ton) dari kami? Ya pasti tidak mau," katanya di Jakarta pada Kamis (17/12/2015).
Adapun proyeksi harga jual alumina dari Indonesia memang jauh lebih mahal dibandingkan dengan China yang hanya sekitar US$355 per ton dan Australia US$320 per ton. Dengan begitu, dikhawatirkan tidak ada konsumen yang mau membeli alumina dari Indonesia.
Erry mengungkapkan harga alumina Indonesia jauh melebihi harga jual rata-rata dunia dikarenakan smelter alumina masih merupakan barang baru di sini. Dengan begitu, investasi yang dikeluarkan pun sangat besar.