Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mengambil alih penyelenggaraan ibadah umrah.
Kementerian Agama memang akan membentuk direktorat khusus yang mengurus penyelenggaraan umrah. Namun, hal itu tidak berarti Kementerian Agama akan langsung menyelenggarakan umrah.
Penegasan Menag ini disampaikan untuk menjawab pemberitaan dalam beberapa hari terakhir yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan umrah akan diambil alih dari pihak swasta oleh pemerintah.
"Tidak benar berita yang mengatakan bahwa pemerintah akan mengambil alih penyelenggaraan ibadah umrah. Itu sama sekali tidak benar,” tegas Menag dalam siaran pers di Jakarta, Senin (14/12/2015).
Menurut Menag, informasi yang benar adalah, pemerintah sedang memperbaiki sistem dan manajemen penyelenggaraan ibadah umrah. Selain itu, Pemerintah juga sedang membangun regulasi dan sistem pengawasan sehingga siapapun yang menyelenggarakan umrah, maka itu dilakukan secara akuntabel dan transparansi.
"Ujungnya, masyarakat tidak dirugikan dari penyelenggara umrah ini,” tegas Menag.
BACA JUGA: Meski Ada Penolakan, Pemerintah Tetap Ambil Alih Penyelenggaraan Umrah
Menag mengatakan masyarakat adalah pihak yang paling diuntungkan dengan adanya perbaikan kualitas penyelenggaraan umrah. Sebab, masyarakat tidak akan dirugikan oleh sejumlah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang nakal yang kemudian menipu calon jamaah umrah.
“Jadi sekali lagi pemerintah tidak sedang ingin mengambil alih, tapi yang sedang dilakukan adalah membangun sistem penyelenggara ibadah umrah,” katanya.
Disinggung mengenai regulasi yang sedang disiapkan, Menag mengaku sedang mengkaji penerapan aturan batas minimal biaya umrah. Pasalnya, selama ini ditemukan beberapa travel umrah yang menawarkan biaya yang sangat murah dan tidak masuk akal.
“Ada [travel umrah] yang begitu murah sekali menyebarkan kepada masyarakat yang menurut kita itu tidak mungkin. Misalnya, di bawah US$1.000 orang bisa berumrah, sekarang pesawatnya saja pulang pergi berapa, belum hotelnya selama di sana,” tutur Menag.
“Oleh karenanya, harus ada batas minimal biaya umrah itu berapa. Ini yang sedang kita hitung,” imbuhnya.
Selain itu, Kemenag juga menjalin kerjasama dengan Kedubes Arab Saudi dalam proses pengeluaran visa jamaah umrah. Ke depan, proses pengeluaran visa baru bisa dilakukan setelah seluruh persyaratan terpenuhi. Misalnya, memiliki tiket return (pulang pergi), tidak hanya one way (sekali jalan) saja, tapi juga kembalinya.
Di samping itu, hotelnya juga harus jelas, jadwal selama berada di Tanah Suci juga pasti. “Kalau itu semuanya terpenuhi, kita berharap visa baru dikeluarkan. Hal-hal seperti itu yang sedang kita proses,” tegas Menag.
Kepada travel dan biro umrah yang nakal, Menag mengatakan bahwa pihaknya akan mengambil tindakan tegas dengan mencabut izinnya. Bahkan, kalau ada indikasi kuat tindak pidana, misalnya penipuan dan lainnya, biro travel nakal tersebut juga akan diproses secara hukum.
“Beberapa biro travel sudah kita lakukan seperti itu. Sebab kita sudah menjalin MoU dengan pihak Polri bagaimana polisi menindaklanjuti temuan yang ada indikasi kuat sebagai tindak pidana,” ujarnya.
Kepada masyarakat, Menag mengimbau agar bersikap kritis dalam berhubungan dengan biro-biro umrah. Pastikan lima hal saat akan berumrah.
Pertama, pastikan biro travelnya resmi karena terdaftar di Kementerian Agama. Untuk memastikannya, bisa dengan mengeceknya di website resmi Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (www.haji.kemenag.go.id).
Kedua, pastikan maskapai dan jadwal penerbangannya. Ketiga, pastikan hotel selama di Tanah Suci, baik Makkah dan Madinah. Keempat, pastikan jadwal selama di Tanah Suci, berapa hari di Makkah dan berapa hari di Madinah, setiap hari apa saja kegiatannya. Dan kelima, pastikan visanya apakah betul-betul sudah keluar atau belum.
“Dengan demikian, mudah-mudahan masyarakat tidak menjadi objek penipuan pihak-pihak yang nakal,” harap Menag.