Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah perlu memfasilitasi pembentukan kelembagaan petani yang terpadu dan terkoneksi satu sama lain untuk dapat mendorong peningkatan budidaya dan daya saing petani di perdesaan. Selama ini, kelompok tani yang dibentuk masih dalam skala kecil.
Kondisi di lapangan menunjukkan kelompok tani yang rata-rata berskala kecil tidak mampu mengerek kesejahteraan petani secara signifikan. Kelembagaan petani yang lebih besar dan kuat dibutuhkan untuk mendorong daya saing produk pertanian dan perkebunan masyarakat.
Kepala Dinas Hortikultura dan Perkebunan Sulawesi Tenggara yang juga merupakan pendiri Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera (LEM Sejahtera), Bambang mengatakan, selama ini dukungan pemerintah untuk pembangunan pertanian di Tanah Air terus meningkat setiap tahunnya.
Kendati demikian, dukungan tersebut belum mampu meningkatkan daya saing dan kemandirian petani.
"Petani rakyat kita ini skala ya campuran, melakukan pertanian, punya kebun, dan punya ternak. Seharusnya kekuatannya besar. Padahal produk perkebunan dihadapkan pada pasar global yang mensyaratkan keamanan mutu," ungkap Bambang dalam seminar, Senin (14/12/2015).
Kelembagaan yang kurang tertata ditengarai menyebabkan hingga saat ini produktivitas perkebunan rakyat masih sangat rendah dari potensi seharusnya dan kualitas produk yang dihasilkan masih kualitas asalan. Petani kerap tidak bergairah dan cepat puas karena produksinya dengan kualitas asalan tersebut tetap diserap industri.
Bambang mencontohkan saat ini meski ribuan kelompok tani tersebar di seluruh Indonesia, petani tetap sulit mengakses pupuk bersubsidi. Organisasi Poktan masih tidak bersatu sehingga penataan penerima pupuk kerap tidak rapi dan tidak merata.
Bambang menilai kelembagaan merupakan kunci membangun perkebunan rakyat yang berada di perdesaan. Menurutnya, kelembagaan yang kuat juga menjadi solusi atas masih diutamakannya ego sektoral kementerian dan lembaga.