Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cari Utang Rp605,3 Triliun, Menkeu Sebut Tak Mudah

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan tugas untuk mencari tambahan pembiayaan tersebut tidak mudah, mengingat kondisi perekonomian global yang masih penuh ketidakpastian.
Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan harus mencari tambahan pembiayaan atau utang senilai ‎Rp605,3 triliun.
 
Tambahan pembiayaan tersebu untuk merealisasikan program pembangunan, pembiayaan juga dibutuhkan untuk menutup defisit anggaran, pembayaran utang negara yang jatuh tempo (refinacing), dan pembiayaan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dianggarkan untuk sejumlah perusahaan BUMN pada 2016.
 
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan tugas untuk mencari tambahan pembiayaan tersebut tidak mudah, mengingat kondisi perekonomian global yang masih penuh ketidakpastian.
 
"Inilah tantangan di 2016, makanya kebutuhan pembiayaan masih sangat kritikal. Kemenkeu diharapkan menjalankan tugas yang tidak mudah ini," ujarnya dalam acara Investor Gathering 2015 di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Senin (7/12/2015).
 
Dalam kondisi perekonomian global yang tidak menentu seperti ini, lanjutnya, banyak negara berkembang yang membutuhkan pembiayaan dari luar negeri sehingga berlomba-lomba menerbitkan surat utang negara ke pasar global.
 
"Ada persaingan untuk perebutan investor di dunia internasional.Window untuk mencari sumber pembiayaan menjadi lebih sempit. Demikian juga lelang rutin juga lebh tajam persaingannya karena negara lain juga butuh pembiayaan," tutur Bambang.
 
Dia menuturkan masih terdapat ketidakpastian di global karena sejumlah faktor yakni rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Fed Federal Reserve (The Fed) yang akan menaikkan suku bunganya atau Fed Fund Rate pada akhir tahun ini.
 
"Karena Fed Rate sekali naik akan berlanjut tahun depan karena kemungkinan naik 200 hingga 300 basis poin," ucapnya.
 
Kedua, perlambatan ekonomi China akan menjadi permanen. Pasalnya, China bukan hanya mengalami perlambatan pertumbuhan saja tetapi juga perubahan paradigma dan struktural ekonominya.
 
Bambang memperkirakan Negeri Tirai Bambu itu akan susah untuk kembali mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 10% seperti kejayaan di masa lalu.
 
Ketiga yakni harga komoditas yang diperkirakan belum kembali merangkak naik atau rebound.
 
"Harga minyak sepertinya seperti itu, rendah. OPEC belum berpikir naikkan harga minyak, masih berpikir tetap continue kondisi ini," kata Bambang.
 
Masih adanya gejolak global pada 2016, menurutnya, dana yang dimiliki pemerintah harus lebih ekspansif sehingga dapat menjadi sumber pendanaan ekonomi pada 2016.
 
Tahun depan, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia yakni belanja pemerintah dan investasi swasta baik rill atau portfolio.
 
Selain itu, pemerintah juga menjaga daya beli masyarakat dan harus di jaga stabik pada kisaran 5%
 
"Ini jadi tugas berat kita itu, kenapa Pak Menko Darmin Nasution rajin keluarkan paket kebijakan karena tujuan dekatnya investasi," ujar Bambang.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper