Bisnis.com, BANDUNG - Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Jawa Barat mendesak pemerintah segera melakukan peremajaan perkebunan karet guna memperbaiki produktivitas.
Penasihat Apkarindo Jabar Iyus Supriyatna mengatakan di sektor hulu pemerintah harus meningtkatkan produktivitas karet minimal 1,5 ton/hektare (ha) dari saat ini rata-rata masih di bawah 1 ton/ha.
"Pemerintah juga harus membuat regulasi agar produk karet dalam negeri digunakan sebagai bahan baku industri," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (4/12/2015).
Dia menjelaskan produksi karet dalam negeri bisa digunakan untuk campuran aspal, sandaran kapal, bantalan rel, komponen otomotif, ban, serta produk lainnya.
Dengan demikian, di sektor hilir akan menghasilkan produk yang siap berdaya saing terutama untuk ekspor. "Dengan begitu sektor hulu-hilir perkaretan dalam negeri bisa memiliki nilai tambah," katanya.
Pihaknya menyoroti perbandingan teknologi penyadapan karet di negara lain mampu menghasilkan 1 liter/pohon, sedangkan petani Indonesia baru bisa 350 cc/pohon.
"Sebenarnya kami sudah tahu dan bisa mendatangkan teknologi seperti yang dipakai di Thailand. Tinggal pemahaman teknologi oleh petani harus total, karena jika setengah-setengah tanaman justru bisa mati," tegasnya.
Dia memaparkan teknologi penyadapan tersebut menggunakan gas yang hanya membuat luka sadap 10 cm, dan dilakukan sore hingga malam hari agar hasilnya bisa diambil pagi hari.
Sementara itu, Gabungan Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Jabar menilai pemerintah harus segera membuat regulasi mengenai daya saing produk karet dalam negeri saat pasar bebas Asean tahun depan.
Ketua Gapperindo Jabar Mulyadi Sukandar menilai pemerintah perlu membuka pasar di luar negeri dengan memanfaatkan atase perdagangan untuk mempromosikan produk karet Indonesia di Asean.
"Saat ini pasar karet Indonesia masih kalah bersaing dengan negara tetangga seperti Thailand," ujarnya.
Untuk mengatasinya, pemerintah bisa memetakan kembali pasar produksi karet dalam negeri. Dengan demikian, pendapatan di tingkat petani bisa terkerek naik.
Kendati demikian, pemerintah pun perlu membenahi perkebunan karet rakyat yang saat ini kondisinya sudah memprihatinkan. Sehingga perkebunan karet tersebut perlu diremajakan.
"Suplainya sangat kurang, padahal kebutuhan karet ini terus bertambah seiring semakin berkembangnya industri kendaraan bermotor. Terlebih bahan karet ini tidak bisa diganti karena oleh sintetis," ujarnya.
Secara terpisah, sebagai industri yang memanfaatkan karet alam sebagai bahan bakunya, PT Multistrada Arah Sarana (MASA), Tbk mengakui harga karet yang sedang terjun bebas sangat menguntungkan industri.
Harga karet alam saat ini sebesar US$1,2 per kilogram. Padahal, pada 2012, harga karet bisa mencapai US$4,9 per kg. Karena harga karet yang tak lagi cerah, tak sedikit pengusaha karet yang memilih banting setir.