Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI SEPATU: 5 Investor Keluhkan UMK

Lima perusahaan asing yang menanamkan modal di sektor alas kaki atau sepatu menyampaikan keluhan mengenai Upah Minimum Kabupaten kepada Desk Khusus Investasai Tekstil dan Sepatu yang dibentuk oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Pekerja pabrik menyelesaikan proses produksi sepatu. /Ilustrasi-Bisnis.com-WD
Pekerja pabrik menyelesaikan proses produksi sepatu. /Ilustrasi-Bisnis.com-WD

Bisnis.com, JAKARTA --  Lima perusahaan asing yang menanamkan modal di sektor alas kaki atau sepatu menyampaikan keluhan mengenai Upah Minimum Kabupaten kepada Desk Khusus Investasai Tekstil dan Sepatu yang dibentuk oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, keluhan itu disampaikan dalam kunjungan kerja Kepala BKPM Franky Sibarani di Surabaya, Rabu (2/12/2015).

Dalam pertemuan dengan lima perusahaan sepatu bersama perwakilan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur, Franky juga bermaksud mengonfirmasi isu hengkangnya perusahaan sepatu di Jombang.

Kendati belum ada rencana relokasi pabrik, perusahaan sepatu yang ada di Jombang mengeluhkan penetapan UMK tahun 2016 yang tidak sesuai dengan formula PP Pengupahan No 78/2015.

UMK Jombang untuk 2016 naik 12,5 persen dibanding tahun sebelumnya.

"Perhitungan sesuai formula PP 78/2015 kenaikannya sekitar 11,5 pesen. Selisih satu persen tersebut cukup terasa bagi investor sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Tadi perusahaan menyampaikan akan meminta penangguhan penetapan UMK kepada Gubernur Jawa Timur," jelas Franky.

Sebelumnya, beredar kabar adanya tiga perusahaan alas kaki yang berlokasi di Jombang akan melakukan relokasi akibat penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jombang tahun 2016 sebesar Rp1,92 juta.

Ketiga perusahaan tersebut mempekerjakan sekitar 5.000 tenaga kerja yang berpotensi di PHK jika menolak untuk ikut pindah.

Selain menerima keluhan tentang UMK, Franky juga menerima keluhan investor mengenai daya saing sektor sepatu Indonesia yang masih kalah dengan Vietnam.

Menurut hitungan investor, jelas Franky, kenaikan UMK tahun 2016 menjadikan biaya produksi di Indonesia 20-25 persen lebih tinggi dibandingkan Vietnam. "Mereka menjelaskan akibat tingginya biaya produksi tersebut menjadikan pembeli mereka memindahkan pesanan ke Vietnam yang daya saingnya lebih bagus," katanya.

Ditambah lagi, lanjut Franky, daya saing ekspor Vietnam unggul 9 persen dari Indonesia dengan keberadaan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan keanggotaan Vietnam dalam TPP.

Hal lain yang menjadi sorotan investor sepatu di Jawa Timur adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.

Menurut para pengusaha, aturan tersebut kontraproduktif dengan visi industralisasi pemerintah. "Pengusaha mengilustrasikan bahwa produsen yang mempekerjakan ribuan karyawan, memberikan nilai tambah, harus menempuh perizinan yang sulit, misalnya sekitar 200 izin terkait konstruksi dan operasi, investasi dengan nilai besar, terikat dengan banyak izin pusat maupun daerah, harus sesuai dengan berbagai aturan," katanya.

Padahal, ujarnya, membuat perusahaan perdagangan bisa dilakukan cukup oleh 25 orang dengan sewa gudang dan modal alat transportasi pengangkut. Itu pun sudah untung besar karena adanya bebas impor berbagai macam produk.

Franky mengaku akan berkoordinasi dengan Menteri Perdagangan Thomas Lembong terkait hal tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper